Membaca lembaran sejarah
penakhlukkan kaum muslim mendakwahkan Islam dibelahan dunia membuat mata selalu
berkaca-kaca. Bagaimana tidak? Sebuah keberhasilan dikarenakan keimanan selalu
mengiringi derapnya langkah para panglima perang beserta seluruh mujahid atau
pasukan perang.
Melangkahkan kaki karena
sebuah kesadaran akan keimanan pada Allah dan RasulNya. Melalui Khalifah,
perintah untuk mendakwahkan Islam mereka jalankan. Mengindahkan penakhlukkan
dengan tingginya ketaatan. Menjagai langkah hingga tak sedikitpun menyalahi
syari'at.
Begitulah kiranya saat
memperhatikan pasukan Muhammad bin Abi Amir saat membawa kemenangan atas
pertempuran menghadapi pasukan Leon dari Kerajaan Leon.
Mereka para pejuang Islam akan
selalu tercatat oleh malaikatNya. Perjuangannya kita saksikan dari lembaran
para sejarawan mengkisahkannya. Meriwayatkan hingga sampailah pada kita.
"Al Hajib Al
Manshur" adalah sebuah gelar yang digunakan oleh Muhammad bin Abi Amir
pada tahun 371 H saat keberhasilan menakhlukkan pembangkangan Ghalin An
Nashiri, kekalahan pasukan Leon, lalu kekalahan pasukan Kristen yang bersekutu
hingga keberhasilan sampai ke pintu gerbang Leon. Sejak saat itulah gelar "Al
Hajib Al Manshur" dikenal dan dinisbatkan padanya. Dimasa inilah, kejayaan
Andalusia diwarnai kegemilangan yang selalu dikawal oleh para pemimpin-pemimpin
yang Agung. Persis, seperti para khalifah sebelum-sebelumnya.
Ada sebuah riwayat yang
membanggakan bagi kaum muslim keseluruhan ketika melihat perjalanan kehidupan
"Al Manshur" ini. Lembaran-lembaran jihad pada masa kekhilafahan
Islam dikisahkan rapih oleh "Ibnu Adzari" dalam kitab "al bayan
al Mughrib". Tentang pengiriman sebuah pasukan besar untuk menyelamatkan
tiga wanita muslimah. Perempuan didalam Islam laksana mutiara yang selalu
dilindungi oleh cangkangnya. Tak mudah mendapatkannya, apalagi kemuliannya
selalu dijaga. Begitulah tepatnya disaat Islam memimpin dunia.
Dikisahkan tentang Al Hajib Al
Manshur dalam perjalanan perangnya, bahwa ia pernah menggerakkan sebuah pasukan
utuh untuk menyelamatkan tiga orang wanita muslimah yang menjadi tawanan di
Kerajaan Navarre. Itu karena antara dirinya dan kerajaan Navarre terikat
perjanjian di mana mereka harus membayar jizyah. Salah satu persyaratan dalam
perjanjian itu adalah mereka tidak dibenarkan menawan seorang pun dari kaum
muslimin atau menahan mereka di kerajaan mereka.
Suatu ketika, seorang utusan
Al Hajib Al Manshur pergi ke kerajaan Navarre. Di sana, setelah ia menyampaikan
surat kepada raja Navarre, mereka mengajaknya perjalanan keliling. Dalam
perjalanan itu, ia menemukan tiga orang wanita muslimah dalam salah satu gereja
mereka. Utusan ini merasa keheranan, lalu ia bertanya tentang mengapa mereka
berada disitu. Wanita itupun menjawab bahwa mereka adalah tawanan di tempat
itu.
Di sini, utusan Al Manshur
itupun marah besar. Ia segera kembali menemui Al Hajib Al Manshur dan
menyampaikan kasus itu. Maka, Al Manshur pun segera mengirimkan sebuah pasukan
besar untuk menyelamatkan para wanita itu. Ketika pasukan itu tiba di Kejaraan
Navarre, raja Navarre sangat terkejut dan mengatakan, "Kami tidak tahu apa
kalian datang, padahal antara kami dengan kalian ada perjanjian untuk tidak
saling menyerang. Lagi pula, kami tetap membayar jizyah,,," Maka pasukan
kaum muslimin menjawab, "Sungguh kalian telah menyelisihi perjanjian
kalian!
Kalian telah menahan beberapa
tawanan wanita muslimah!" Pihak Navarre menjawab, "Kami sama sekali
tidak mengetahui hal tersebut." Maka utusan tadi pergi ke gereja dan
mengeluarkan ketiga wanita tersebut. Melihat itu, Raja Navarre mengatakan,
"Para wanita itu telah ditawan oleh seorang prajurit dan prajurit yang
bersangkutan telah diberikan hukuman." Lalu Raja Navarre mengirimkan surat
kepada Al Hajib Al Manshur menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya, dan
menyampaikan bahwa ia akan menghancurkan gereka tersebut. Al Hajib Al Manshur
pun kembali ke negerinya dengan membawa ketiga wanita itu.
Subhanallah,, Subhanallah !
Sungguh tiada kemulian yang
didapat seorang perempuan kecuali adanya institusi yang menjagainya yakni
Islam. Betapa banyak perempuan di masa ini yang tengah dinodai kemuliaannya?
Betapa banyak perempuan muslimah diluar sana tengah terancam kehormatannya?
Bahkan, mereka berkali-kali meminta bantuan, "Dimana umat muslim?" "Dimana umat muslim?" Lantas apa
yang tengah pemimpin negeri muslim lakukan? Sungguh mereka tak sedikitpun
bergerak. Melakukan pembelaan pun tidak, apalagi mengirimkan pasukan untuk
menyelamatkan.
Ya Allah,, kami rindu
Khilafah. Rindu Islam menjaga kemuliaan setiap umat yang ternaungi oleh
pemimpin yang taat akan perintahMu.
Charlie Hebdo: Sumbangsih Sejarah ''Kelam Media'' Prancis
Majalah cukup “ampuh” menjadi
sarana untuk menyebarkan opini atau ide dari sekelompok penggagas.
Temasuk “Charlie Hebdo”yang hingga kini belum juga kapok terus
menyebarkan misinya. Prancis sebagai negara “Sekuler” ternyata telah
mempunyai deretan kelam sejarah dalam hal media. Menurut keterangan Washington Post, majalah ini terbit pada 1969 sampai 1981. Majalah ini sempat tutup kemudian terbit lagi pada 1992. Charlie Hebdo kerap menerbitkan artikel yang ekstrem tentang Katolik, Islam, Yahudi, politik, budaya, dan lainnya. (kompas.com)
Pada 2001, Charlie Hebdo pernah
dituntut oleh dua kelompok Islam Prancis karena menggambarkan kartun
Nabi Muhammad. Namun tuntutan itu ditolak dengan alasan kartun
dilindungi oleh hukum kebebasan berekspresi, dan mereka tidak menyerang
Islam tetapi fundamentalis. Pada September 2012, Charlie Hebdo juga menerbitkan kartun satire seri Nabi Muhammad.
Majalah “kelam” tersebut pernah memuat
edisi kontroversial pada 3 November 2011. Edisi ketika itu merubah nama
Charlie Hebdo menjadi Sharia Hebdo dengan mencantumkan Nabi Muhammad
sebagai editor tamu di dalamnya.Peristiwa 7/1/ lalu merupakan respons
atas edisi Charlie Hebdo yang memuat sampul bergambar kartun Muhammad yang sedang berkata: "100 lashes of the whip if you don't die laughing."
Peristiwa lalu yang menewaskan 12 orang di Kantor majalah satir Charlie hebdo terus
saja menuai dukungan dari negeri-negeri Barat. Terlebih lagi berita
terbaru tidak membuat mereka “kapok” akan kejadian itu. Justru gendang peperangan yang mereka tabuhkan kepada umat muslim semakin gencar.Terbukti, seperti berita yang dilansir Metrotvnews.com.
Paris Surat kabar satire Charlie Hebdo berencana mencetak edisi
terbarunya yang menampilkan kartun Nabi Muhammad hingga lima juta kopi.
Sebelumnya, Charlie Hebdo hanya akan mencetak tiga juta kopi.
"Pagi ini para editor memutuskan
meningkatkan jumlah pencetakannya hingga lima juta," ujar Veronique
Faujour, kepala pendistribusian MLP, seperti diwartakan AFP, Rabu
(14/1/2015).
Rupanya paradigma “standar ganda” yang
dimiliki negara berbasis sekuler memang tidak akan membuka sedikit
akalnya untuk berhenti memusuhi Islam. Peperangan antar negara sejak
abad 18 dalam berbagai bidang, tidak mempengaruhi sedikitpun ketika
menyentuh eksistensi Islam. Seorang musuh berubah menjadi sahabat.
Begitulah kiranya yang mampu kita tangkap saat Prancis dan Inggris
“bergandeng tangan” membela majalah satir Charlie Hebdo di
Prancis. Dua negara saat abad ke 18 terus saja bermusuhan dalam
memperebutkan negara maritim yang kuat. Namun, seolah berbalik arah dan
saling bersandingan saat sebuah kasus yang mampu menyatukan
“kepentingan” mereka untuk memerangi kaum muslimin.Sebuah alibi, saat
pembela majalah mengatakan teroris adalah mereka yang fundamentalisme.
Mereka seolah buta, saat Nabi Muhammad
dihina dunia akan diam. Mereka seolah buta, saat Nabi dihina sebuah
pembelaan akan terus ada karena bentuk cinta kita. Penghinaan itu, umat
muslim tidak akan pernah diam, umat muslim tidak akan pernah lupa, dan
umat muslim akan terus melawan. Dan karena tingkah itu, Charlie Hebdo
telah hina, mereka pula membuat “sejarah kelam media” Prancis. Wallohu ‘alam bishowab.
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2015/01/26/35267/charlie-hebdo-sumbangsih-sejarah-kelam-media-prancis/#sthash.lMBa61Fs.dpufCharlie Hebdo: Sumbangsih Sejarah ''Kelam Media'' Prancis
Majalah cukup “ampuh” menjadi
sarana untuk menyebarkan opini atau ide dari sekelompok penggagas.
Temasuk “Charlie Hebdo”yang hingga kini belum juga kapok terus
menyebarkan misinya. Prancis sebagai negara “Sekuler” ternyata telah
mempunyai deretan kelam sejarah dalam hal media. Menurut keterangan Washington Post, majalah ini terbit pada 1969 sampai 1981. Majalah ini sempat tutup kemudian terbit lagi pada 1992. Charlie Hebdo kerap menerbitkan artikel yang ekstrem tentang Katolik, Islam, Yahudi, politik, budaya, dan lainnya. (kompas.com)
Pada 2001, Charlie Hebdo pernah
dituntut oleh dua kelompok Islam Prancis karena menggambarkan kartun
Nabi Muhammad. Namun tuntutan itu ditolak dengan alasan kartun
dilindungi oleh hukum kebebasan berekspresi, dan mereka tidak menyerang
Islam tetapi fundamentalis. Pada September 2012, Charlie Hebdo juga menerbitkan kartun satire seri Nabi Muhammad.
Majalah “kelam” tersebut pernah memuat
edisi kontroversial pada 3 November 2011. Edisi ketika itu merubah nama
Charlie Hebdo menjadi Sharia Hebdo dengan mencantumkan Nabi Muhammad
sebagai editor tamu di dalamnya.Peristiwa 7/1/ lalu merupakan respons
atas edisi Charlie Hebdo yang memuat sampul bergambar kartun Muhammad yang sedang berkata: "100 lashes of the whip if you don't die laughing."
Peristiwa lalu yang menewaskan 12 orang di Kantor majalah satir Charlie hebdo terus
saja menuai dukungan dari negeri-negeri Barat. Terlebih lagi berita
terbaru tidak membuat mereka “kapok” akan kejadian itu. Justru gendang peperangan yang mereka tabuhkan kepada umat muslim semakin gencar.Terbukti, seperti berita yang dilansir Metrotvnews.com.
Paris Surat kabar satire Charlie Hebdo berencana mencetak edisi
terbarunya yang menampilkan kartun Nabi Muhammad hingga lima juta kopi.
Sebelumnya, Charlie Hebdo hanya akan mencetak tiga juta kopi.
"Pagi ini para editor memutuskan
meningkatkan jumlah pencetakannya hingga lima juta," ujar Veronique
Faujour, kepala pendistribusian MLP, seperti diwartakan AFP, Rabu
(14/1/2015).
Rupanya paradigma “standar ganda” yang
dimiliki negara berbasis sekuler memang tidak akan membuka sedikit
akalnya untuk berhenti memusuhi Islam. Peperangan antar negara sejak
abad 18 dalam berbagai bidang, tidak mempengaruhi sedikitpun ketika
menyentuh eksistensi Islam. Seorang musuh berubah menjadi sahabat.
Begitulah kiranya yang mampu kita tangkap saat Prancis dan Inggris
“bergandeng tangan” membela majalah satir Charlie Hebdo di
Prancis. Dua negara saat abad ke 18 terus saja bermusuhan dalam
memperebutkan negara maritim yang kuat. Namun, seolah berbalik arah dan
saling bersandingan saat sebuah kasus yang mampu menyatukan
“kepentingan” mereka untuk memerangi kaum muslimin.Sebuah alibi, saat
pembela majalah mengatakan teroris adalah mereka yang fundamentalisme.
Mereka seolah buta, saat Nabi Muhammad
dihina dunia akan diam. Mereka seolah buta, saat Nabi dihina sebuah
pembelaan akan terus ada karena bentuk cinta kita. Penghinaan itu, umat
muslim tidak akan pernah diam, umat muslim tidak akan pernah lupa, dan
umat muslim akan terus melawan. Dan karena tingkah itu, Charlie Hebdo
telah hina, mereka pula membuat “sejarah kelam media” Prancis. Wallohu ‘alam bishowab.
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2015/01/26/35267/charlie-hebdo-sumbangsih-sejarah-kelam-media-prancis/#sthash.lMBa61Fs.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar