Tiga Muslimah Mulia Di Andalusia



 Membaca lembaran sejarah penakhlukkan kaum muslim mendakwahkan Islam dibelahan dunia membuat mata selalu berkaca-kaca. Bagaimana tidak? Sebuah keberhasilan dikarenakan keimanan selalu mengiringi derapnya langkah para panglima perang beserta seluruh mujahid atau pasukan perang.

Melangkahkan kaki karena sebuah kesadaran akan keimanan pada Allah dan RasulNya. Melalui Khalifah, perintah untuk mendakwahkan Islam mereka jalankan. Mengindahkan penakhlukkan dengan tingginya ketaatan. Menjagai langkah hingga tak sedikitpun menyalahi syari'at.
Begitulah kiranya saat memperhatikan pasukan Muhammad bin Abi Amir saat membawa kemenangan atas pertempuran menghadapi pasukan Leon dari Kerajaan Leon. 

Mereka para pejuang Islam akan selalu tercatat oleh malaikatNya. Perjuangannya kita saksikan dari lembaran para sejarawan mengkisahkannya. Meriwayatkan hingga sampailah pada kita.
"Al Hajib Al Manshur" adalah sebuah gelar yang digunakan oleh Muhammad bin Abi Amir pada tahun 371 H saat keberhasilan menakhlukkan pembangkangan Ghalin An Nashiri, kekalahan pasukan Leon, lalu kekalahan pasukan Kristen yang bersekutu hingga keberhasilan sampai ke pintu gerbang Leon. Sejak saat itulah gelar "Al Hajib Al Manshur" dikenal dan dinisbatkan padanya. Dimasa inilah, kejayaan Andalusia diwarnai kegemilangan yang selalu dikawal oleh para pemimpin-pemimpin yang Agung. Persis, seperti para khalifah sebelum-sebelumnya. 

Ada sebuah riwayat yang membanggakan bagi kaum muslim keseluruhan ketika melihat perjalanan kehidupan "Al Manshur" ini. Lembaran-lembaran jihad pada masa kekhilafahan Islam dikisahkan rapih oleh "Ibnu Adzari" dalam kitab "al bayan al Mughrib". Tentang pengiriman sebuah pasukan besar untuk menyelamatkan tiga wanita muslimah. Perempuan didalam Islam laksana mutiara yang selalu dilindungi oleh cangkangnya. Tak mudah mendapatkannya, apalagi kemuliannya selalu dijaga. Begitulah tepatnya disaat Islam memimpin dunia. 

Dikisahkan tentang Al Hajib Al Manshur dalam perjalanan perangnya, bahwa ia pernah menggerakkan sebuah pasukan utuh untuk menyelamatkan tiga orang wanita muslimah yang menjadi tawanan di Kerajaan Navarre. Itu karena antara dirinya dan kerajaan Navarre terikat perjanjian di mana mereka harus membayar jizyah. Salah satu persyaratan dalam perjanjian itu adalah mereka tidak dibenarkan menawan seorang pun dari kaum muslimin atau menahan mereka di kerajaan mereka.

Suatu ketika, seorang utusan Al Hajib Al Manshur pergi ke kerajaan Navarre. Di sana, setelah ia menyampaikan surat kepada raja Navarre, mereka mengajaknya perjalanan keliling. Dalam perjalanan itu, ia menemukan tiga orang wanita muslimah dalam salah satu gereja mereka. Utusan ini merasa keheranan, lalu ia bertanya tentang mengapa mereka berada disitu. Wanita itupun menjawab bahwa mereka adalah tawanan di tempat itu.

Di sini, utusan Al Manshur itupun marah besar. Ia segera kembali menemui Al Hajib Al Manshur dan menyampaikan kasus itu. Maka, Al Manshur pun segera mengirimkan sebuah pasukan besar untuk menyelamatkan para wanita itu. Ketika pasukan itu tiba di Kejaraan Navarre, raja Navarre sangat terkejut dan mengatakan, "Kami tidak tahu apa kalian datang, padahal antara kami dengan kalian ada perjanjian untuk tidak saling menyerang. Lagi pula, kami tetap membayar jizyah,,," Maka pasukan kaum muslimin menjawab, "Sungguh kalian telah menyelisihi perjanjian kalian!
Kalian telah menahan beberapa tawanan wanita muslimah!" Pihak Navarre menjawab, "Kami sama sekali tidak mengetahui hal tersebut." Maka utusan tadi pergi ke gereja dan mengeluarkan ketiga wanita tersebut. Melihat itu, Raja Navarre mengatakan, "Para wanita itu telah ditawan oleh seorang prajurit dan prajurit yang bersangkutan telah diberikan hukuman." Lalu Raja Navarre mengirimkan surat kepada Al Hajib Al Manshur menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya, dan menyampaikan bahwa ia akan menghancurkan gereka tersebut. Al Hajib Al Manshur pun kembali ke negerinya dengan membawa ketiga wanita itu.

Subhanallah,, Subhanallah !
Sungguh tiada kemulian yang didapat seorang perempuan kecuali adanya institusi yang menjagainya yakni Islam. Betapa banyak perempuan di masa ini yang tengah dinodai kemuliaannya? Betapa banyak perempuan muslimah diluar sana tengah terancam kehormatannya? Bahkan, mereka berkali-kali meminta bantuan, "Dimana umat muslim?"  "Dimana umat muslim?" Lantas apa yang tengah pemimpin negeri muslim lakukan? Sungguh mereka tak sedikitpun bergerak. Melakukan pembelaan pun tidak, apalagi mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan. 

Ya Allah,, kami rindu Khilafah. Rindu Islam menjaga kemuliaan setiap umat yang ternaungi oleh pemimpin yang taat akan perintahMu.

Charlie Hebdo: Sumbangsih Sejarah ''Kelam Media'' Prancis

Majalah cukup “ampuh” menjadi sarana untuk menyebarkan opini atau ide dari sekelompok penggagas. Temasuk “Charlie Hebdo”yang hingga kini belum juga kapok terus menyebarkan misinya. Prancis sebagai negara “Sekuler” ternyata telah mempunyai deretan kelam sejarah dalam hal media. Menurut keterangan Washington Post, majalah ini terbit pada 1969 sampai 1981. Majalah ini sempat tutup kemudian terbit lagi pada 1992. Charlie Hebdo kerap menerbitkan artikel yang ekstrem tentang Katolik, Islam, Yahudi, politik, budaya, dan lainnya. (kompas.com)
Pada 2001, Charlie Hebdo pernah dituntut oleh dua kelompok Islam Prancis karena menggambarkan kartun Nabi Muhammad. Namun tuntutan itu ditolak dengan alasan kartun dilindungi oleh hukum kebebasan berekspresi, dan mereka tidak menyerang Islam tetapi fundamentalis. Pada September 2012, Charlie Hebdo juga menerbitkan kartun satire seri Nabi Muhammad.
Majalah “kelam” tersebut pernah memuat edisi kontroversial pada 3 November 2011. Edisi ketika itu merubah nama Charlie Hebdo menjadi Sharia Hebdo dengan mencantumkan Nabi Muhammad sebagai editor tamu di dalamnya.Peristiwa 7/1/ lalu merupakan respons atas edisi Charlie Hebdo yang memuat sampul bergambar kartun Muhammad yang sedang berkata: "100 lashes of the whip if you don't die laughing."
Peristiwa lalu yang menewaskan 12 orang di Kantor majalah satir Charlie hebdo terus saja menuai dukungan dari negeri-negeri Barat. Terlebih lagi berita terbaru tidak membuat mereka “kapok” akan kejadian itu. Justru gendang peperangan yang mereka tabuhkan kepada umat muslim semakin gencar.Terbukti, seperti berita yang dilansir Metrotvnews.com. Paris Surat kabar satire Charlie Hebdo berencana mencetak edisi terbarunya yang menampilkan kartun Nabi Muhammad hingga lima juta kopi. Sebelumnya, Charlie Hebdo hanya akan mencetak tiga juta kopi.
"Pagi ini para editor memutuskan meningkatkan jumlah pencetakannya hingga lima juta," ujar Veronique Faujour, kepala pendistribusian MLP, seperti diwartakan AFP, Rabu (14/1/2015).
Rupanya paradigma “standar ganda” yang dimiliki negara berbasis sekuler memang tidak akan membuka sedikit akalnya untuk berhenti memusuhi Islam. Peperangan antar negara sejak abad 18 dalam berbagai bidang, tidak mempengaruhi sedikitpun ketika menyentuh eksistensi Islam. Seorang musuh berubah menjadi sahabat. Begitulah kiranya yang mampu kita tangkap saat Prancis dan Inggris “bergandeng tangan” membela majalah satir Charlie Hebdo di Prancis. Dua negara saat abad ke 18 terus saja bermusuhan dalam memperebutkan negara maritim yang kuat. Namun, seolah berbalik arah dan saling bersandingan saat sebuah kasus yang mampu menyatukan “kepentingan” mereka untuk memerangi kaum muslimin.Sebuah alibi, saat pembela majalah mengatakan teroris adalah mereka yang fundamentalisme.
Mereka seolah buta, saat Nabi Muhammad dihina dunia akan diam. Mereka seolah buta, saat Nabi dihina sebuah pembelaan akan terus ada karena bentuk cinta kita. Penghinaan itu, umat muslim tidak akan pernah diam, umat muslim tidak akan pernah lupa, dan umat muslim akan terus melawan. Dan karena tingkah itu, Charlie Hebdo telah hina, mereka pula membuat “sejarah kelam media” Prancis. Wallohu ‘alam bishowab.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2015/01/26/35267/charlie-hebdo-sumbangsih-sejarah-kelam-media-prancis/#sthash.lMBa61Fs.dpuf

Charlie Hebdo: Sumbangsih Sejarah ''Kelam Media'' Prancis

Majalah cukup “ampuh” menjadi sarana untuk menyebarkan opini atau ide dari sekelompok penggagas. Temasuk “Charlie Hebdo”yang hingga kini belum juga kapok terus menyebarkan misinya. Prancis sebagai negara “Sekuler” ternyata telah mempunyai deretan kelam sejarah dalam hal media. Menurut keterangan Washington Post, majalah ini terbit pada 1969 sampai 1981. Majalah ini sempat tutup kemudian terbit lagi pada 1992. Charlie Hebdo kerap menerbitkan artikel yang ekstrem tentang Katolik, Islam, Yahudi, politik, budaya, dan lainnya. (kompas.com)
Pada 2001, Charlie Hebdo pernah dituntut oleh dua kelompok Islam Prancis karena menggambarkan kartun Nabi Muhammad. Namun tuntutan itu ditolak dengan alasan kartun dilindungi oleh hukum kebebasan berekspresi, dan mereka tidak menyerang Islam tetapi fundamentalis. Pada September 2012, Charlie Hebdo juga menerbitkan kartun satire seri Nabi Muhammad.
Majalah “kelam” tersebut pernah memuat edisi kontroversial pada 3 November 2011. Edisi ketika itu merubah nama Charlie Hebdo menjadi Sharia Hebdo dengan mencantumkan Nabi Muhammad sebagai editor tamu di dalamnya.Peristiwa 7/1/ lalu merupakan respons atas edisi Charlie Hebdo yang memuat sampul bergambar kartun Muhammad yang sedang berkata: "100 lashes of the whip if you don't die laughing."
Peristiwa lalu yang menewaskan 12 orang di Kantor majalah satir Charlie hebdo terus saja menuai dukungan dari negeri-negeri Barat. Terlebih lagi berita terbaru tidak membuat mereka “kapok” akan kejadian itu. Justru gendang peperangan yang mereka tabuhkan kepada umat muslim semakin gencar.Terbukti, seperti berita yang dilansir Metrotvnews.com. Paris Surat kabar satire Charlie Hebdo berencana mencetak edisi terbarunya yang menampilkan kartun Nabi Muhammad hingga lima juta kopi. Sebelumnya, Charlie Hebdo hanya akan mencetak tiga juta kopi.
"Pagi ini para editor memutuskan meningkatkan jumlah pencetakannya hingga lima juta," ujar Veronique Faujour, kepala pendistribusian MLP, seperti diwartakan AFP, Rabu (14/1/2015).
Rupanya paradigma “standar ganda” yang dimiliki negara berbasis sekuler memang tidak akan membuka sedikit akalnya untuk berhenti memusuhi Islam. Peperangan antar negara sejak abad 18 dalam berbagai bidang, tidak mempengaruhi sedikitpun ketika menyentuh eksistensi Islam. Seorang musuh berubah menjadi sahabat. Begitulah kiranya yang mampu kita tangkap saat Prancis dan Inggris “bergandeng tangan” membela majalah satir Charlie Hebdo di Prancis. Dua negara saat abad ke 18 terus saja bermusuhan dalam memperebutkan negara maritim yang kuat. Namun, seolah berbalik arah dan saling bersandingan saat sebuah kasus yang mampu menyatukan “kepentingan” mereka untuk memerangi kaum muslimin.Sebuah alibi, saat pembela majalah mengatakan teroris adalah mereka yang fundamentalisme.
Mereka seolah buta, saat Nabi Muhammad dihina dunia akan diam. Mereka seolah buta, saat Nabi dihina sebuah pembelaan akan terus ada karena bentuk cinta kita. Penghinaan itu, umat muslim tidak akan pernah diam, umat muslim tidak akan pernah lupa, dan umat muslim akan terus melawan. Dan karena tingkah itu, Charlie Hebdo telah hina, mereka pula membuat “sejarah kelam media” Prancis. Wallohu ‘alam bishowab.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2015/01/26/35267/charlie-hebdo-sumbangsih-sejarah-kelam-media-prancis/#sthash.lMBa61Fs.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar