Sebuah
negara atau bangsa tentu mendambakan lahirnya generasi berkualitas demi
kemajuan peradaban sebuah negeara / bangsa tersebut. Bangsa tersebut tentu
mengupayakan lahirnya sebuah generasi
yang berkualitas, generasi yang tidak hanya memiliki keahlian, melainkan juga
memiliki kepribadian istimewa yang ditunjukkan oleh integritas pada nilai –
nilai kebenaran. Kepribadian yang merupakan perwujudan pola pikir dan pola
sikap yang benar dan luhur. Generasi berkualitas akan membawa negaranya menjadi
negara besar, kuat, dan terdepan. Generasinya yang tidak akan menggadaikan
negerinya diperas dan dijajah oleh penjajah asing demi untuk memperkaya diri,
keluarga atau kelompoknya. Sebaliknya, akan berani dan rela berkorban untuk
melindungi negerinya dari cengkraman penjajahan dalam bentuk apapun[1].
Perguruan
Tinggi (PT) merupakan jenjang pendidikan teratas dalam sistem pendidikan secara
umum. Tidak hanya di Negara Indonesia saja melainkan terdapat diseluruh negara
– negara diseluruh dibelahan Dunia. Meskipun dalam setiap negara mempunyai
tingkat kepribadian masing – masing. Ditempat inilah semua orang mencari ilmu
dan disinilah mereka akan terbentuk. Sistem pendidikan di Indonesia telah lama
membentuk lembaga yang berperan di masing – masing lembaga seperti, Departemen
Pendidikan / Kementerian Pendidikan dengan Departemen Agama / Kementerian
Agama. Dari pemisahan inilah yang nantinya akan menghasilkan lembaga – lembaga
pendidikan dibawah naungan setiap Departemen. Pendidikan jenjang umum mislnya TK,
SDN, SMP, SMA/SMK/SMEA, hingga Perguruan Tinggi Negeri / Swasta dan ini dibawah
Departemen Pendidikan / Kementerian Pendidikan dalam Negeri. Sedangkan RA, MTs,
MAN, hingga PTAIN dibawah naungan Kementerian Agama. Pendidikan akan membangun
dasar kepribadian dan mengkristalkan nilai – nilai luhur peradaban dalam
kepribadian generasi.
Satu
subsistem di Negara ini yakni pendidikan, kehendak penjajah untuk mengokohkan
penjajahan di Negara ini adalah dengan mensekulerisasi bidang pendidikannya
dangan cara menyuntikan kepentingan-kapentingannya melalui 'antek-anteknya'
yakni para penguasa dalam membuat undang-undang dan kurikulum.
Diakui atau
tidak, sistem pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan
sekuler-meterialistis. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu
(umum) pasal 15 yang berbunyi: jenis pendidikan yang mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan,
dan khusus. Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu
pendidikan Agama dan pendidikan umum. Secara kelembagaan pun, perguruan tinggi
dipisahkan antara perguruan tinggi Agama seperti UIN dan perguruan tinggi umum
seperti ITB, UI dan lain-lain.[2]
Perpaduan nilai – nilai Islam dan Ilmu
pengetahuan modern itu kini dipraktikan berbagai sekolah Islam terpadu di
Indonesia. Baik tingkat TK sampai perguruan tinggi. Lahirnya sekolah – sekolah
Islam itu juga didasari keprihatinan banyaknya sekolah – sekolah Islam maupun
sekolah – sekolah umum yang kurang menghasilkan pribadi – pribadi yang unggul
secara Intelektual dan moral sekaligus.[3]
Kaum Intelektual
secara prinsip merupakan bagian dari unsur yang terpenting dalam melakukan
perubahan yang hakiki. Perubahan yang tidak saja secara vertikal melainkan juga
secara horisontal. Berbagai kondisi yang ada sekarang menggambarkan bahwa
Mahasiswa khususnya kaum Intelektual dalam hal kecil hanya terfokus pada satu
sisi saja. Pendidikan yang pada awalnya bertujuan untuk mencerdaskan para
peserta didik justru berbalik 180o. Perubahan orientasi para
Intelektual dalam pendidikan ataupun para siswa dalam pendidikan telah nyata
dihadapan kita. Tujuan awal memperoleh Ilmu demi kemajuan bangsa dan negara
justru dikotori dengan aktivitas “instan”
para pelaku hanya untuk memperoleh sebuah gelar demi mendapatkan materi semata.
cara yang dilakukan pun tidak lepas dari aktivitas yang secara nyata tidak
dihalalkan, namun hal demikian dianggap remeh. Dan itu menjadi budaya dalam
Negeri ini khusunya. Begitu banyak pola pikir para Intelektual saat ini hanya
diarahkan pada hal – hal yang bersifat materi semata tidak terdapat nilai semangat
perubahan memajukan pendidikan bangsa dan negara ini. Belum lagi perubahan yang
dilakukan oleh para Intelektual mengalami ketidakjelasan dalam gagasan / ide
yang diangkatnya atau yang diperjuangkan. Bergerak dalam metode yang tidak
jarang pula mereka memahami secara utuh, dampaknya terdapat ketidak singkronan
antara yang diperjuangkan dengan yang dilakukan.[4]
Sebagai
Intelektual yang bergerak dalam lingkungan kampus tentu harus menjadi pionir
penggerak bagi mahasiswa lainnya untuk memberi contoh gerak yang mampu
mengarahkan pada aktivitas yang terwujud dalam pola sikap serta pola pikir.
Mahasiswa pemberi contoh / pionir seharusnya bisa membawa para intelektual
lainnya berpindah dari sikap yang lebih baik dan terwujud dalam aktivitas
mereka, dan menghilangkan aktivitas lama yang tidak termasuk dalam kebaikan.
Kalaupun terdapat sebuah fakta yang jauh dari cita – cita maka layaknya melirik
serta melihat penyebab yang menjadikan hal itu ada. Sebagai sebuah minitur tentu
menginginkan sebuah ideal sistem yang tidak tergambar dengan kondisi yang ada
sekarang. Kalaupun terdapat sistem hitam yang ada dalam dunia realita maka kini
saatnya miniatur negeri ini mampu memberi miniatur “real” yang jauh lebih sempurna dan jauh dari kesamaan “dark
system” yang terjadi. Ketika dalam sebuah negara untuk mendapatkan layanan
kesehatan sebagia contoh peristiwa seorang anak yang kritis dipersulit untuk
mendapat haknya prosesnyapun tidak berjalan mulus bahkan hingga memakan korban
akibat tidak jelasnya sistem ini dan ketidak mampuannya dalam mengurusi
permasalahan tersebut, (nanti ditambah yang ada diberita yang meninggal karen
tidak diterima di 7 rumah sakit mb),
maka sudah seharusnya miniatur ini mampu menujukkan transparasi nyata dalam
setiap gerak mengatur rakyat yang hidup dalam naungannya.
Intelektual
yang sadar bukan lagi mahasiswa yang hanya sadar tetapi diam, bukan!. Mereka
yang sadar maka akan mengubah kondisi dengan gerak yang hakiki, gerak yang mampu
mewujudkan perubahan dalam minaturnya. Kemampuan lembaga menjadi wadah
bergeraknya kaum Intelektual sangatlah "urgent", maka mampu untuk menghasilkan mahasiswa yang
mengubah kondisi tersebut menjadi pandangan indah setiap mata yang
menginderanya. Sistem kampus mampu untuk mendukung akan hal ini terjadi dan
mahasiswa mempunyai peran yang besar dalam mewujudkannya. Hingga harapan dan
cita – cita perubahan itu nyata adanya. Apabila hal ini tidak terjadi, suatu
hal yang wajar para intelektual enggan untuk menyalurkan aspirasinya. Bahkan
gerak mereka stagnan. Oleh karena itu sudah saatnya menyatukan visi, misi, dan
bergerak secara hakiki demi terwujudnya miniatur yang bukan lagi “The Dark Miniature”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar