Dunia
perkuliahan menjadi ajang pergulatan pemikiran, konon katanya untuk kehidupan
dimasyarakat setelahnya. Dunia perkuliahan menjadi jembatan sebelum mahasiswa
bergelut didunia yang sesungguhnya. Sehingga apakah Mahasiswa bisa bersikap
sebebas-bebasnya? Bukankah Mahasiswa Universitas Islam adalah seorang muslim
yang harusnya terikat dengan syari’at?. Terkadang justru sikap kehati-hatian tidak
berjalan semestinya. Akibatnya, dalam berfikir dan bertindak mereka seolah
dilegalkan atas nama Mahasiswa. Mahasiswa cenderung sembrono atau sembarangan
dalam berfikir dan bertingkah didunia perkuliahan. Akibat didikan yang berbau
dan mengandung liberalisasi muncullah kerusakan pemahaman terhadap Islam, dan
juga peradaban Islam. Tulisan ini mengajak para Mahasiswa untuk teliti dalam
menanggapi fenomena kekampusan. Tulisan singkat ini juga mengajak Mahasiswa
menanggapi fenomena mereka menilai Peradaban Islam, menyoroti pernyataan dari
tokoh Barat sekaligus Islam memandang Peradaban Islam. Sehingga aplikasi dan
dampaknya Mahasiswa harus tahu langkah apa yang harusnya diambil serta mereka
pilih. Semoga Menambah wawasan dan bermanfaat. Amin
A.
Kecondongan
Mahasiswa Terhadap Peradaban
Memperhatikan
cara berfikir dan bersikap mahasiswa Universitas Islam sejauh ini penulis dapat
golongkan menjadi tiga. Hal ini ketika berbicara tentang fakta yang ada
berkaitan menilai atau berkomentar tentang peradaban Islam. Yang pertama mereka
sama sekali tidak tahu sejarah Islam dengan berbagai hasil Peradaban Islam yang
telah terjadi. Mahasiswa ini, biasanya berlatang belakang “pendidikan umum”
atau sekuler dan tidak sama sekali mempunyai maklmumat tentang Peradaban Islam
yang unggul. Hasilnya, jikalau ditanyai akan bangga dengan Peradaban Islam atau
Barat? Mereka biasanya akan menjawab “tidak tahu”. Kedua, mereka yang mengerti
tentang sejarah Islam serta Peradaban Islam yang telah dihasilkan dari Islam
itu sendiri, mulai dari pemikiran, kemajuan yang terjadi, dan lain sebagainya. Tipe
kedua ini biasanya mereka berlatang belakang dari pendidikan agama, dan mendapatkan
maklumat tentang itu. Tipe kedua ini jika ditanyai tentang Peradaban Islam,
mereka akan “nyambung”. Artinya, ketika ditanyai atau dimintai pendapat mereka
bisa menjawab. Mereka juga setuju jikalau diminta memilih, peradaban mana yang
baik antara Barat dan Islam? mereka bisa dijamin akan menjawab “Peradaban
Islam” dengan segala argumennya. Yang ketiga, mahasiswa yang paham serta tahu
betul seluk beluk peradaban Islam, dari dasar berdirinya peradaban Islam, unsur-unsurnya
serta hasil dari kegemilangan peradaban Islam. Mereka ini, jikalau ditanya
memilih diantara 2 peradaban yang ditawarkan antara Barat dan Islam, tentu akan
memilih ISLAM. Bahkan, mereka akan bangga dengan Peradaban Islam.[1]
Munculnya
berbagai fakta Mahasiswa yang semakin dibelenggu pemikiran liberal dunia
perkuliahan menjadi “bumerang” untuk Peradaban Islam kedepannya. Perkembangan
keilmuan ternyata, tidak dibarengi dengan iman menggerus Mahasiswa sebagai
generasi muslim masa depan. Mereka banyak belajar dari buku-buku hasil tulisan
orientalis yang dikembangkan oleh pemikir muslim yang “terperosok” mengagumi
Barat. Seperti Fazlur Rahman, Muhammad Abid, Nasr Hamid Abu Zayd, dan
lain-lain.[2] Hasilnya para Mahasiswa
tidak bangga dengan Peradaban Islam justru menggungat syariat dan membela
peradaban Barat. Semisal, Muhidin M. Dahlan dari IAIN Yogyakarta pada tahun
2005 menulis buku dengan judul “Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur” yang sempat
geger dan ramai dilingkungan kampus Islam itu sendiri. Bahkan, sampai
sekarangpun buku itu masih juga digemakan didunia kampus oleh senior-senoir
penerusnya. Belum lagi Al Quran yang dkritisi serta diragukan keotentitasannya.
Sumanto Al Qurtuby dari Fakultas Syariah IAIN Semarang, ia berkomentar bahwa
“AlQuran tidak pantas disebut sebagai Kitab Suci yang disakralkan dimitoskan”.[3] Dekonstruski konsep Al
Quran sebagai kalamullah banyak terjadi dilingkungan kampus, hal ini
membuktikan bahwa ternyata “mereka” yang notabene mahasiswa Muslim ada yang
tidak bangga dengan “Islam” dan “Peradaban Islam”. Jika hal ini dibiarkan, maka
tidak menutup kemungkinan jumlah mereka akan bertambah seiring kurikulum dunia
perkuliahan yang semakin hari semakin liberal dan tidak membuat mahasiswa
meyakini dengan Islam itu sendiri. Semua itu perlahan tapi pasti akan berdampak
pada cara berfikir terhadap Peradaban Islam.
B. Peradaban Islam
dari Sudut Pandang Tokoh-Tokoh Dunia
Menyaksikan
realita mahasiswa kini, tentu menjadi perhatian dan pembelajaran bagi kita yang
juga sebagai Mahasiswa Muslim. Pembelajaran Islam secara mendalam harusnya
terlebih dahulu kita lakukan sebelum gegabah untuk mengikuti tokoh-tokoh yang
belum kita mengerti latar belakangnya, Maka, kewajiban kita adalah menelisk
dengan banyak membaca. Seperti apa peradaban Islam dipandang oleh tokoh muslim
itu sendiri ataupun tokoh dari Barat. Cara ini menjadi jalan yang adil untuk
mengetahui selain juga kita belajar sejarah dan Peradaban Islam.
1. Tokoh
Barat
Para
Orientalis yang mengkaji bidang teologi dan filsafat Islam sejak D.B MacDonald,
Alfred, Montgomery Watt, atau sebelumnya hingga Shlomo yang berakarkan sekuleristik
dalam setiap aktivitasnya baik dalam pengetahuan serta kehidupan tidak mau
mengakui bahwa pandangan hidup Islam adalah unsur utama berkembangnya peradaban
Islam. Sikap yang mereka tunjukkan sekalipun kajian yang mereka lakukan
mendalam, namun kajian mereka tetap fragmentatif. Mereka tidak menghubungkan
kajian mereka tentang Islam yang spesifik dengan prinsip yang umum dan
universal.[4]
Bernard
Lewis sebenarnya telah mengakui bahwa Islam tidak sama dengan Peradaban Barat.
Ketika Barat selalu khas dengan zaman Sekulerismenya, namun Islam tidak
demikian. Ia mengatakan:
“Alasan sebenarnya kenapa umat Islam
tidak mengembangkan gerakan sekulerisnya sendiri, dan bereaksi tajam terhadap
usaha-usaha untuk memperkenalkan gerakan sekuleris dar luar, terlihat jelas
dari perbedaan-perbedaan mencolok antara sejarah dan pengalaman umat Islam dan
Kristen. Sejak awalnya, umat Kristen diajari lewat dua hal anggapan dan praktik
untuk membedakan antara Tuhan dan Kaisar serta antara tugas-tugas berbeda
masing-masing dari kedua pihak itu. Umat Islam tidak pernah menerima perintah
seperti itu”.
Penulis
melihat bahwa sebenarnya Bernad mengakui Peradaban Barat dan Islam adalah dua
hal yang berbeda. Ia kembali menguatkan dan juga mengakui Peradaban Islam lebih
dibandingkan Barat dari segi penerapan dalam masyarakat. Ketika itu terjadi
diakhir masa Utsmaniyah. Ia menyebutkan terdapat sumber baru yang ditemukan
menceritakan tentang “kesetaraan bagi non-muslim” dalam daulah. Ini dimasa
ketika Utmani menuju transformasi menuju ide sekulerisme yang dilakukan oleh
para pembangkah Daulah Utsmaniyah.
“Sementara bagi non-Muslim, hari ini
ketika mereka menanggalkan status raya dan mendapatkan kesetaraan dari millet
yang berkuasa, adalah hari kegembiraan. Namun para kepala suku dan pemimpin
agama lainnya merasa tidak senang karena pengangkatan mereka diatur dalam ferman tersebut. Hal lainnya adalah
bahwa di masa lalu, dalam daulah Utsmaniyah, masyarakat diberi peringkat, yang
pertama adalah kaum Muslimin, kemudian warga Yunani, lalu warga Armenia, dan
setelah itu warga Yahudi. Sekarang kedudukan mereka semua setara. Sebagian
warga Yunani merasa keberatan dengan hal ini, dengan mengatakan: “Pemerintah telah menyamakan kita dengan
orang Yahudi. Kami sebelumnya merasa puas dengan supremasi Islam.”
Kalimat
terakhir mereka bagi penulis adalah kalimat inti. Salah satu bukti bahwa
sebenarnya mereka telah ridho diatur dalam sistem Islam. Mereka tak ubahnya
masyarakat yang menginginkan tetap dalam naungan Islam. Jika kita lihat,
komentar seperti itu muncul di era akhir. Bagaimana kita lihat masa Khulafa’
al-Rasyidun yang dimana era itu adalah era yang sama kondisinya dijanjikan
kepada kita?.
Kesan
para tokoh Barat terhadap peradaban Islam sebenarnya banyak, dan diatas penulis
kutipkan beberapa saja. Meski, dalam kesempatan lain mereka juga
“mendiskriditkan penerapan Islam” namun sebenarnya mereka melakukan itu adalah
dengan tujuan bahwa Peradaban Islam yang mereka “takutkan” tidak muncul lagi.
Mereka ketakutan Peradaban Islam yang telah maju dan berpengaruh itu akan
menggantikan dan menggeser kekuasaan mereka kini.
2. Tokoh
Muslim
Pengakuan terhadap
peradaban Islam bukan lagi menjadi rahasia. Apalagi jika ia sendiri adalah
seorang muslim yang beriman. Tulisan yang mendalam serta menunjukkan kekuatan
aqidah bisa kita lihat dari komentar terkemuka yakni N. C Mehta seorang
pengarang yang memberikan kesaksiannya:
“Islam telah membawa
nyala cahaya yang mengakhiri masa kegelapan dalam kehidupan manusia pada suatu
zaman ketika semua peradaban sedang meluncur menuju titik kehancuran dan
ide-ide mulia hanya tinggal dalam pemikiran belaka. Kemenangan-kemenangan Islam
dalam dunia pemikiran sesungguhnya lebih besar dan lebih luas, daripada
kemenangan-kemenangan dalam bidang politik, demikianlah kenyataannya
diwilayah-wilayah lain.”
Perdana menteri India
pada zaman Jawaharlal Nehru, dalam sebuah karangannya juga mengatakan:
“Sesungguhnya masuknya pasukan tentara
yang datang dari sebelah Barat Laut India bersama-sama masuknya agama Islam
mempunyai peranan besar dalam sejarah India, dan telah menghentikan dekadensi
yang merajalela dalam umat Hindu. Pemahaman tentang persaudaraan Islam dan
persamaan yang dianut orang-orang Muslim dan menjadi pegangan hidupnya telah
mempengaruhi pemikiran Hindu sedalam-dalamnya”.[5]
Kutipan dari tokoh-tokoh
muslim diatas belum mewakili keseluruhan komentar tokoh muslim yang bangga dan
mengakui kebenaran dan juga keagungan peradaban Islam. Akan tetapi beberapa
diatas bisa menjadi bukti bahwa mereka beberapa dari banyak kalangan dan umat
Muslim yang meyakini akan keunggulan Peradaban Islam.
C.
What Must We Do ?
Dunia
telah menjadi saksi Peradaban Islam yang pernah berjaya dan meninggikan
martabat manusia. Tidak hanya muslim tetapi juga non-muslim semuanya. Dunia
Barat telah bersaksi, dunia Timur pun juga telah memberikan kesaksian yang
sama. Tokoh Muslim maupun non-muslim merasakan, bercerita, berkomentar dan
menganng zaman itu. Lantas sebagai seorang Mahasiswa apa yang harus kita
lakukan?
Pertama,
penulis mengajak sdan sebagai pengingat diri kita (Mahasiswa) untuk terus
belajar dan mendalami Islam. Belajar dari siapapun, dimanapun, dan kapanpun.
Mencari guru yang diakui keilmuannya serta ketundukannya kepada Allah dan
RasulNya. Kewajiban menuntut ilmu harus dipahami betul sebagai seorang
Mahasiswa dan juga seorang muslim yang beriman. Mu’awwiyah pernah menuturkan:
“Barang siapa yang dokehendaki Allah kebaikan pada dirinya, maka Allah akan
memahamkannya dalam urusan agama. Hanyasanya aku adalah Qasim (pembagi) dan
Allah yang memberi. Uamt ini akan senantiasa melaksanakan perintah Allah dan orang-orang
yang menyelisihi mereka tidak akan memberinya madharat hingga datang keputusan
Allah”.[6]
Mahasiswa
menjadi salah satu cara efektif didunia perkuliahan membendung ide-ide yang
menghalau penerapan syari’at Islam. Mereka yang punya suara juga mereka yang
mampu menggerakkan yang lainnya. Tentu kita tidak lupa kebrepengaruhan “Turki
Muda” mensekulerkan masyakarat Islam di era Utsmaniyah. Kini kita mengambil
bagian untuk kembali membuat gelombang Mahasiswa membentuk “masyarakat Islam”
dengan dakwah penegakan kembali Institusi Khilafah.
Kedua,
Berdakwah, sebagaimana Firman Allah
“Dan
hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’rufdan mencegah dari yang mungkar, merekalah
orang-orang yang beriman.” (TQS. Ali Imran: 104)[7]
D.
Kesimpulan
Sebagai
penutup penulis mengutip seorang ilmuan muslim yang dilahirkan dibumi Allah
India, ia adalah Abu’l Hasan Ali Al-Nadwi:
“Sungguh
telah berdiri tegak dunia perkasa di atas dasar akidah yang tunggal, iman yang
dalam, serta hubungan spiritual yang kuat. Itulah dunia yang paling lapang yang
pernah dicatat oleh sejarah. Dan bangsa-bangsa yang membangun dunia ini juga
keluarga paling perkasa yang pernah dikenal oleh sejarah, yang di dalamnya
berhimpun segala macam peradaban dan beraneka warna pikiran yang cemerlang.
Lalu muncullah darinya suatu peradaban yang tunggal, ialah PERADABAN ISLAM yang
senantiasa tampil dalam diri tokoh-tokoh Islam yang tiada terhitung banyaknya,
dan dalam warisan peradaban Islam, dalam bentuk ilmu pengetahuan mapun hasil
karya lainnya yang tak mungkin terhapus oleh sejarah. Kepemimpinan dunia Islam
telah dan senantiasa dipandang sebagai kepemimpinan yang paling agung dan
paling besar dan perkasa dalam sejarah kepeloporan dan kepemimpinan, dan semua
itu merupakan rahmat dan karunia Allah kepada mereka atas keihklasan mereka
menjunjung tinggi DAKWAH ISLAM dengan pengorbanan jiwa. Lalu mereka dicintai
segenap umat manusia di dunia dengan perasaan cinta kasih yang tiada tolak
ukurnya, mereka diikuti oleh umat manusia dalam segala hal dengan loyalitas
yang tiada tara, berbagai bahasa terserap ke dalam bahasanya, berbagai
peradaban luluh ke dalam peradabannya, dan berbagai kebudayaan lebur menjadi
kebudayaannya.”
Mari
Bergerak!
Walllohu
‘alam bisshowab
Daftar
Pustaka
Abu’l Hasan Ali
Al-Nadwi. Islam Membangun Peradaban Dunia.
Jakarta: Pustka Jaya Djambatan. 1988.
Muhammad Hasan
Yusuf, Dahsyatnya Amalan 24 Jam
Rasulullah. Kartasura: Penerbit PQS Media Group. 2013.
Adian Husaini.
Wajah Peradaban Barat (Jakarta: Gema Insani Press. 2005.
____________.
Hegemoni Kristen Barat (Jakarta: Gema Insani Press. 2006.
[1] Ini
fakta yang ditemukan penulis saat merasakan dunia perkuliahan dilingkungan
Universitas Islam. Berbeda fakta, ketika berada dilingkungan kampus yang
berlatang belakang pendidikan Umum. Seperti UGM, dll. Pada tanggal 5 Maret
2015, Penulis berkesempatan menghadiri forum yang terdapat di UGM. Dihadiri
dari berbagai kalangan, yang sebenarnya acara tersebut diadakan oleh alumni
Mahasiswa dari berbagai kampus. Pesertanya salah satunya juga Mahasiswa. Ada
satu peserta dengan ganas, langsung menghardik dan mengenyampingkan pengurusan
perempuan dalam Islam. Mereka menyebutnya sebagai “doktrin agama” sehingga
harus dijauhkan dari rakyat Indonesia tangkasnya. Ia berargumen bahwa nasib
perempuan harus dibebaskan tanpa adanya “jeratan agama”. Intinya ia berkenginan
bahwa Islam itu mengekang sehingga perempuan harus dijauhkan dari aturan agama.
Dari sini terlihat bagaiman ia tidak paham tentang Peradaban Islam sehingga
mengklaim bahwa Peradaban Islam tidak layak dihadirkan di Indonesia. Bertempat
di PKKH UGM
[2]
Adian Husaini, Hegemoni Kristen Barat (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm.
122.
[3]
Ibid, hlm. 124.
[4]
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. xxxii
[5]
Abu’l Hasan Ali Al-Nadwi, Islam Membangun
Peradaban Dunia (Jakarta: Pustka Jaya Djambatan, 1988), hlm. 189.
[6]
Muhammad Hasan Yusuf, Dahsyatnya Amalan
24 Jam Rasulullah ( Kartasura: Penerbit PQS Media Group, 2013), hlm. 127.
[7]
AL Qur’anul Karim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar