Ikhtiar dan Tawakal Jalan Bersamaan

Uniknya tak pernah hilang. Khas akan nuansa ke-Islaman masih tetap bertahan. Meski, kini tak ubahnya sebuah miniatur yang bisa saja tekekang oleh waktu. Setelah berakhirnya Kekhilafahan Islam di Turki, keberadaan umat muslim tak lagi elok nan rupawan. Keamanan, bahkan tak ada jaminan. Walau sering digadang-gadang para pelaku hak asai manusia, toh masih saja "mereka" hidup di Negeri ini bebas ala pikiran. Bebas tak terikat hukum syara', karena memang kondisi yang meninabobokkan. 

Meski, ini sebuah pilihan yang tentu Allah akan minta pertanggung jawaban. Sengaja berniat untuk merasakan susana sholat di Masjid gedhe. Bersama sahabat, sambil merefleksikan suasana Islam zaman kesultanan. Mungkin, saya hanya merasa melalui sebuah tutur kata para sejarawan. Mengkisahkan, bahwa dulu Jogja menjadi satu Kota yang terkenal keagungan Kasultanan. 

Menjelang magrib, kami tiba. Berhenti sejenak sambil merasakan angin semlilir tepat dihalaman motor berjejeran. Subhanallah! Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, tak pernah berubah dari dulu kala. Kekhas-an arsiteknya masih bisa disaksikan. Ucap syukur berbarengan senyum tenang sahabat yang melegakan. 

Tiba - tiba,,, 

"Mba asli Blitar nggeh ?" Tanya salah seorang penjaga Masjid yang sudah cukup tua, kami kira. "Mboten pak, saya Nganjuk" jawabku sambil merapikan motor merah amanah Bunda. "Lho kok iki HT plat e? Biasane T ki Tulungagung, Blitar, dll" dengan logat khas Jawanya meyakinkanku, bahwa ia pun tak salah terka. 

"Oo nggeh bapak, meniko motor saking Tulungagung" senyumku menjelaskan pada beliau. Sudah dua orang yang mengidentifikasi motorku di Jogja ini.

 "Oo yo bener" ucapnya singkat 

Beliau, penjaga Masjid Gedhe mulai bertutur kata. Berkisah kejadian tiga pekan yang lalu. Seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor tengah sholat di Masjid ini pula. Plat motornya, kurang lebih hampir se-daerah dengan plat motorku. Kira-kira, menurut keterangan beliau orang Blitar. Makanya tadi beliau menebak, aku orang Blitar. 
"Mleset sedikit sih, toh ternyata motor belum tentu juga daerah asal orang yang menggunakannya." :) Seorang bapak telah menjadi korban pencurian. Harapan keamanan saat sebuah tas berisi barang berharga, ia tinggal dimotor begitu saja. 

Mungkin, Masjid Gedhe Kauman menjadi perkiraan jaminan sebuah keamanan. Sungguh, tak disangka barang berharganya lenyap begitu saja. Surat-surat penting, dan lain-lain lenyap seketika. Pencurian, jadi ajang empuk para pelaku tak takut dosa. Entah dengan alasan apa saja mereka seolah membenarkannya. Membenarkan berdasarkan ukuran akal manusia. Padahal, sedikitpun Allah tidak akan ridho dengan itu semua. 

 Disisi lain, negeri ini memang negeri yang antah berantah. Hukumpun jauh dari kata keadilan. Karena apa? Manusialah yang membuatnya. Para koruptor dibiarkan bebas seenak "jidatnya". Tidaklah berlebihan sebuah kata untuk mereka. Apakah kita lupa? Tentu tidak! Puluhan mavia bebas seolah mereka tak punya malu berdiri dibumi ini. Mereka tak lagi sadar siapa yang menghidupkan jasadnya. Ahh,,! Aku memanglah manusia. Tetapi aku bagian dari umat yang yakin, Allah punya aturan untuk manusia bahkan hingga tataran negara. Saat mereka ditawari Islam mereka seolah tutup telinga. Tak mendengar, apalagi meliriknya. Saudaraku,, Tentu, kita harus yakin akan ketetapan dari Allah. Sebuah qodho' Nya bahwa barang beliau harus hilang diambil orang. Ya,, mungkin ikhlaslah jalan satu-satunya menghadapi kejadian seperti bapak itu.

Namun, ada yang harus kita pahami. Bahwa manusia mempunyai area yang bisa ia kuasai. Dengan usahanya Allah memberikan kesempatan untuk melakukan suatu hal. Lingkaran yang dikuasai manusia adalah lingkaran dimana manusia bebas melangkah di dalamnya sesuai dengan sistem yang dipilihnya; apakah syari'at Allah, atau syari'at yang lain. 

Didalam lingkaran ini, terjadi berbagai perbuatan yang dilakukan manusia atau yang menimpanya sesuai dengan keinginannya. Misalnya, ia berjalan, makan, minum atau pergi kapan saja dia mau. Sebaliknya, ia juga bisa tidak melakukan perbuatan-perbuatan itu kapan saja dia mau. Ia bebas menentukan. Karena itu ia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya didalam lingkaran ini. Termasuk, menjaga barang pribadinya. Tas mungkin, Hp mungkin, dan benda-benda lainnya. Islam memerintahkan manusia untuk berikhtiar dibarengi tawakal. 

Sebaiknya, menjaga barang dan bukan saja ditinggal begitu saja. Tentu, Allah sudah mentaqdirkan demikian. Tetapi, sebenarnya Allah memberikan ranah kita untuk menjaga dalam rangka berikhtiar. Sungguh, kejadian itu memberi pelajaran berharga. Ikhtiar dan tawakal harus berjalan bersamaan. Ada waktu tertentu manusia diberi kesempatan untuk memilih, yakni diranah yang ditetapkan untuk mampu memilih. Allah memberikan kita kesempatan menjaga. Alangkah baiknya, maksimalkan usaha kita dan mengerahkan untuk menjaganya. Meski, Allah Yang Maha Mengatahui segala. Disanalah iman, yang harus dan mesti diyakini seorang muslim. 

Wallohu 'alam bishowab 
Jogjakarta, 10 Januari 2015 Mu'arrikhul Inqilaaby -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar