DIAM


Ramadhan Tahun lalu, aku masih ingat betul sebuah pesan menyapaku. Ketika itu, ba'da magrib sebuah pesan dari nomer yang tak dikenal telah mendarat di Samsungku. Awalnya aku. bertanya, siapakah dirimu? Setelah cukup singkat penjelasanmu, akhirnya aku mengetahuimu, ya! kau saudariku.

Sebenarnya, diriku tak tahu banyak tentangmu. Hanya beberapa saja. Walau hanya sedikit, tapi kuyakin kau tetap saudariku. Perjalanan pulang ke Jawa Timur tetap berlanjut. Karena ku ingat betul kala itu masa-masa awal bulan nan mulia. Ramadhan bulan penuh Berkah. **** Pertengahan Ramadhan, aku telah kembali ke Jogja. Melanjutkan segala aktivitas yang telah menjadi pilihanku. Aku masih ingat engkau saudariku. Meski sejak malam itu, kau tak lagi menghubungiku. Mungkin, kau sibuk. Atau memang belum saatnya kau menghubungiku. Ataukah kau sudah melupakanku? "Ah ,, tidak, kurasa tidak semudah itu kau melupakanku. ( Percaya itu terkadang harus dihadirkan kawan :)).

Sebuah persaudaraan memang tak bisa jika diukur dengan waktu. Dikata saudara saat kau memberi kabar bahagia. Dikata lupa saudara, saat sama sekali tak mengirimkan pesan sedih, bahagia atau bahkan kecewa. Tidak,! Bukan itu arti sebuah persaudaraan. Bukankah makhluk nan mulia (Rasululloh) telah bersabda?

"Perumpamaan seorang muslim yang saling mencintai satu sama lain ibarat satu tubuh".
Tentu, ini bukan masalah komunikasi. Bahkan, kalaupun kita tak mengenal muslim di belahan Eropa sekalipun toh kita tetap saudara kan? Ya,, aku yakin sekalipun ku belum mengenalmu kau tetap saudariku.

Akhir Ramadhan, sebuah pesan darimu membuatku tersenyum. Kau memberiku kabar bahwa akan ada sebuah agenda yang lagi-lagi karena Islam yang menggerakkannya. Karena aqidah-lah yang menuntunnya. Aku senang, kau memberiku tawaran. Sepekan sebelum lebaran. Kau memberiku jadwal serta tempat agenda yang dinaungi para malaikat (Insya Allah).
Pagi itu,

"Assalamu'alaykum. Mb riz,, akan ada agenda yang akan kita laksanakan tanggal 21 Agustus. Pukul 16.00 WIB di Masjid Al Ikhlas. Silahkan yang ingin merapat. Betapa senangnya ku membuka pesanmu. Setelah lama tak hadir, kau pun muncul bak warna diHPku.

"Wa'alaykumsalam Warohmatulloh. Mb itu tempatnya dimana,?? Insya Allah saya datang. balasku singkat dengan penuh hingar binar kebahagiaan.
Hari itu, tanggal itu, jam itu. Kusengaja memberi bulatan merah pada kalenderku. Berharap aku tak akan lupa ingin menghadirinya. Berharap kepakan sayap malaikat pun menjadi saksi, saat kelak ku dipanggil dipengadilanNya. Aku bahagia saudariku.


Langit Jogja tak begitu cerah. Namun, kuberharap sore nanti tetap kubisa menghadirinya. Seperti biasa, membuat jeda dalam agenda agar tetap kumampu menjangkaunya. Dari waktu, tempat yang tak tentu kumenjangkaunya. Bisa jadi serapih apapun rencana manusia tetap ada yang tak terduga diluar sana.

"Assalamu'alaykum mb riz,, sore nanti bisa antar amah ke Bandara?" Pesan singkat dari dek amah mengalihkan bacaanku.
"Wa'alaykumsalam warohmatulloh, sore jam berapa ya dek? Mb sudah ada aqad nati sore jam 4." Aku sedikit ragu, bahkan takut. Apakah bisa kumemilih kedua-duanya?"
Dek amah hari ini ternyata pulang ke Jambi. Beberapa barang yang dibawa akhirnya membutuhkan bantuan untuk mengantarkan ke Bandara. Hmm,, tak mengapalah jika kucoba.
"Jam 3 an setelah sholat ashar langsung berangkat mb. Yaa yaa,, kurang satu motor mb." Permintaan manjanya bisa kutangkap dari pesan singkatnya. Ah,, nggak apalah sambil kali ketiga ku menginjakkan kaki di Bandara. Walau, hanya sekedar mengantarkan saudari. Barangkali bisa "ketularan" entah kapan. (Hehe)

"Ok dek,, insya Allah mb usahakan. Nanti kabari lagi ya" jawabku singkat seraya memutuskan persetujuan.
Sejenak, akupun merasa takut. Apakah kubisa menghadiri agenda yang terjadwal rapih dari saudari 2 pekan lalu, hari ini?. Mengingat akupun tak tau menahu lokasinya.
Bismillah,, semoga Allah memudahkan. Akupun berniat mengirim pesan pada saudariku yang mengajakku. Sebab, info tempatpun belum kudapat kejelasannya. Pesanku dua hari lalu tak terbalas hingga sekarang.

"Assalamu'alaykum,, mb masjid Al Ikhlas dimana ya lokasinya,,? Rizka belum pernah dengar nama masjid itu disekitar sini. Apakah masih wilayah Kota, atau sudah masuk Bantul, atau Sleman ?" Pesan singkat kukirimkan. Berharap ada balasan, melihat waktu masih cukup panjang menjelang pukul 4 sore.
Lima menit, 15 menit, hingga satu jam tak jua ada balasan. "Hmm,, barang kali benar sibuk, semoga nanti dibalas" ucapku menenangkanku.

Seketika itu, kulanjutkan agenda yang sudah terjadwalkan untuk hari itu. Kamis, 21 Agustus 2014. Sejak pagi hingga siang. Beberapa sudah terjalankan. Siang menjelang sore, sambil mengingat serta memperhatikan jam yang masih tetap melekat ditangan.
Sebuah pesan yang sama kukirimkan. Berharap, ada sebuah balasan yang membuatku tenang. "Ya ,, Allah semoga dibalas." Selang beberapa menit, belum juga terbalas.

Jam tangan hitam menunjukkan pukul 14.30 wib untuk wilayah Jogja. "Setengah jam lagi, aku mengantar dek amah" ucapku lirih. Satu jam 30 menit lagi, acara yang kutunggu akan dimulai. Tapi, hingga kini akupun tak tau dimana tempatnya. Aku mencoba mengirimkan kali ke tiga. Lagi, dan lagi saudaraku itu tak membalasanya.
"Ada apakah gerangan? Apakah terjadi sesuatu?" Masya Allah,, Astagfirulloh,, hindarkan dari pikiran yang hanya sebatas dugaan.

****
"Ayo mb berangkat, ajak dek amah menggandengku". "Ayoo dek,!" Sejenak aku merasa bahagia mengantar adek seperjuangan kembali mengunjungi tanah Sumatera. Kala itu jua, ternyata aku sedikit lupa. Hingga sampailah di Bandara.

"Deg! Aku terhenyak. Pukul berapa sekarang? Tanyaku seraya melirik jam hitamku." Masih pukul setengah 4 ternyata. Tak mengapalah, masih setengah jam batinku. Ku lalui waktu di Bandara saling bertutur kisah dengan Mba Hani. Membuat mimpi kelak akan terbang pula seperti dek amah. Entah kenegeri ini atau bahkan negeri seberang, atau negeri jauh di sana. Entah dekat ataupun jauh.
Kami! Ya,, kami bersama-sama bermimipi. Kala itupun sempat membayangkan dan berucap. Mba Hani mengawali sebuah percakapan.

"Dek, bayangin betapa eloknya ketika nanti Khilafah tegak, dan Bandara ini tak berseliweran pemandangan menyesakkan" sambil menatap langit sore Bandara Adisucipto kala itu.

"Iyya ya mb,, jadi teringat dan membayangkan pula, aku berjalan di sepanjang jalan masa Khilafah Andalusia. Seperti sejarawan menuturkan padaku, ah,, padaku. Pada kita maksudku. Betapa eloknya sepanjang perjalanan masa Islam itu terjaga antara laki-laki dan perempuan"
"Mb amah masuk ya" dek amah membuyarkan keheninganku dengan Mb Hani sore itu.
"Iyaa dek,,yuk! " "Hati-hati ya,, kasih kabar kita kalau udah mendarat di Jambi."
Dek amah terbang, bersama pesawat yang kutahu dari ide cemerlang Ibnu Firnas tokoh ilmuan muslim masa Kekhilafahan Islam. Meski kini, dunia memperkenalkannya pada tokoh Barat bersaudara. "Ah, dunia sejarah memang penuh dengan distorsi, kini aku harus ambil bagian penting mengembalikannya." Menghela nafas, sambil beranjak berdiri.

***
Tepat pukul empat. Aku mencoba menghubungi saudariku. Berharap, kesekian kalinya kuberharap ada balasan. Kutekan tombol kuputuskan menghubunginya. "Nyambung,," tapi tak ada jawaban. Aku pun mengirim pesan kali ke 5. Entah, ini yang menjadi usahaku mewujudkannya.
Hingga pukul 16.30, tak ada satupun tanda-tanda keberhasilanku menghubunginya. Aku hanya berdoa, semoga Allah meridhoinya. Dengan sebuah tas ransel cokelat aku memikulnya. Memegangi jam hitam yang telah berusia 3 tahun aku menunggunya. Kala kaki tetap berdiri dikerumunan manusia di area Bandara. Aku pun, tak jua mendapatkan balasan darinya. "Ya,, masih berdiri di Bandara."

***
Rabu, 31 Januari 2014. Sebuah pemberitahuan kuterima dari aplikasi Whatsupku. Tepat pukul 06.31 WIB, sebuah nama yang tak akan aku lupa menjadi admin yang baru saja memasukkan nomerku bergabung digrup baru itu. Dan, itu kamu saudariku. Tetap diam.

-Mu'arrikhul Inqilaaby-
13 Rabiul Awal 1436

Tidak ada komentar:

Posting Komentar