Langit Minangkabau menunjukkan pada kita bahwa negeri itu milik Allah. Melalui novel Tadarus Cinta Buya Pujangga penulis melukiskan langit Minang yang indah nan terkenal munculnya banyak sosok ulama hasil pendidikan Islam. Buya Hamka menjadi ulama tersohor dari tanah minang. Hasil pendidikan Islam bisa kita lihat dari banyaknya seorang ilmuan, ulama, serta intelektual hasil didikan Islam. Bumi itu kini kita tahu lahir pula sesosok syaikhah pedidikan Islam di #Indonesia Milik Allah. Syaikhah Rahmah El -Yunusiah. Seorang pendidik perempuan Islam pertama di Indonesia. Banyak yang tidak tahu akan sepak terjangnya bahkan mendengar namanya terasa asing ditelinga. Sebagai seorang calon ilmuan tentu kita tidak bisa menghapus ia dari pergulatan sejarah kehiduapnnya. Kita tak boleh sampai melupakan perjuangannya mendidik perempuan di Indonesia dengan pendidikan Islam hasil pencarian ilmuNya dibumi Makkah. Mari saudara dan saudariku kita baca lembaran perjuangannya hingga kita jadikan pelajaran untuk tetap dan selalu memperjuangkan pendidikan Islam yang kini kian hari usaha meredupkan dari Islam tidak henti-hentinya dilakukan oleh para pembenci Islam.
Negeri
Minangkabau terkenal telah melahirkan begitu banyak tokoh utama di
negeri ini, baik alim ulama maupun para cendekia. Tidak hanya hanya kaum
pria yang menonjol, tapi juga kaum wanitanya. Salah satu tokoh
perempuan hebat dari negeri ini adalah Rahmah El-Yunusiyah. Tidak
diragukan lagi Rahmah el-Yunusiyah adalah salah satu tokoh wanita hebat
yang dimiliki negeri ini. Meskipun tidak diangkat sebagai salah satu
pahlawan nasional, tetapi beliau menorehkan sejarah hidupnya denga tinta
emas. Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang yang tetap eksis hingga
hari ini merupakan salah satu bukti perjuangannya. Bahkan beliau adalah
perempuan pertama yang mendapat gelar Syaikhah dari Universitas
Al-Azhar Mesir. Penganugerahan gelar syaikhah yang diberikan pada tahun
1957 ini dimaksudkan untuk menghormati jasa-jasa beliau dalam bidang
pendidikan kaum perempuan.
Rahmah
El-Yunusiyah dilahirkan pada hari Jumat 20 Desember 1900 di Bukit
Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat. Anak bungsu dari lima
bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Muhammad Yunus dan Rafiah.
Rahmah berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang
ulama besar yang menjabat sebagai kadi di negeri Pandai Sikat, Padang
Panjang. Dia juga seorang haji yang pernah mengenyam pendidikan agama
selama empat tahun di Mekkah. Kakak sulungnya, Zainuddin Labay
merupakan seorang tokoh pembaharu sistem pendidikan Islam Diniyah
School yang didirikan tahun 1915. Zainudin Labay mengusai beberapa
bahasa asing yaitu Inggris, Arab, Belanda. Dengan kemahirannya berbahasa
asing menyebabkan wawasan Zainuddin sangat luas. Dialah yang menjadi
guru, pemberi inspirasi, dan pendorong cita-cita Rahmah el-Yunusiyah.
Meski
hanya mengenyam pendidikan dasar selama tiga tahun di Diniyah School,
tapi Rahmah El-Yunusiyah memiliki wawasan yang luas. Dia lebih banyak
belajar otodidak dan juga belajar langsung kepada kedua kakak
laki-lakinya, Zainuddin Labay dan Mohammad Rasyid. Seperti kebanyakan
orang Melayu lainnya yang menyeimbangkan antara pendidikan umum dan
agama, Rahmah pun intens belajar agama. Pagi hari sekolah di Diniyah
School, sore hari mengaji kepada para ulama. Beliau mengaji kepada Haji
Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, ayahanda dari ulama terkenal
Buya Hamka. Selain mengaji kepada Haji Rasul, Rahmah juga mengaji kepada
Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh
Mohammad Jamil Jambek dan syekh Daud Rasyidi. Lingkungan relijius dan
cendekia seperti inilah yang telah menumbuhkan kepribadian Rahmah.
Rahmah
dikenal sebagai sosok yang cerdas, lincah, menyukai hal-hal baru, dan
memiliki tekad baja. Jika sudah menginginkan sesuatu, maka tiada
seorang pun yang mampu menghalanginya. Karena kecerdasannya, setelah
lulus sekolah dia diminta menjadi guru bagi almamaternya. Disela-sela
kesibukannya mengajar, dia mengikuti kursus kebidanan di RSU Kayu Taman
(1931-1935). Ia juga belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama
pada kecelakaan.
Pada
saat itu masih sangat sedikit perempuan yang bersekolah. Paradigma
masyarakat Melayu memandang perempuan hanyalah makhluk kelas dua yang
tidak perlu bersekolah tingi. Percuma bersekolah jika akhirnya hanya
masuk ke dapur. Perempuan masa itu sangat pasif dan belum mampu
memberikan kontribusi riil bagi kemajuan agama dan bangsanya. Rahmah
sangat prihatin dengan kondisi ini. Ia berpendapat pendidikan sangat
penting bagi kaum perempuan. Dengan pendidikan maka kaum perempuan mampu
mengangkat harkat dan martabatnya, mampu melahirkan generasi penerus
yang berkualitas.
Berangkat
dari keprihatinan inilah Rahmah El-Yunusiyah bertekad untuk mendirikan
sekolah khusus bagi kaum perempuan. Dibantu oleh kakak sulungnya
Zainuddin Labay, akhirnya Rahmah El-Yunisiyah berhasil mewujudkan
mimpinya. Pada tanggal 1 November 1923 berdirilah Madrasah Diniyah Li
al-Banat. Bahu
membahu dengan Zainuddin Labay, Rahmah mengelola sekolah ini. Awalnya
murid sekolah ini hanya 71 orang yang terdiri dari kaum ibu-ibu muda.
Bertempat di serambi masjid Pasar Usang, mereka belajar ilmu-ilmu
agama dan Bahasa Arab. Seiring berjalannya waktu, murid Rahmah pun
bertambah. Akan tetapi baru sepuluh bulan sekolah ini berjalan,
Zainuddin Labay dipanggil oleh Alloh SWT, meninggal dalam usia muda.
Rahmah sangat terpukul dengan musibah ini. Dia kehilangan seseorang yang
selalu membimbing, mengarahkan dan memberi semangat untuk mewujudkan
mimpi-mimpinya. Tapi Rahmah pun segera bangkit, tidak larut dalam
kedukaan. Dia tetap melanjutkan keberadaan Madrasah Diniyah Li al-Banat
bahkan membuat keputusan untuk memberikan pengajaran klasikal lengkap
dengan sarananya seperti gedung, meja, bangku, papan tulis, kapur dan
sebagainya.
Rahmah
berjuang keras untuk mendirikan gedung bagi sekolahnya. Berkat
kegigihannya, gedung sekolah itu pun dapat berdiri diatas tanah wakaf
dari ibundanya sendiri, Ummu Rafiah. Diatas bangunan sederhana dari
bambu berukuran 12 X 7 m inilah kegiatan belajar-mengajar berlangsung
setiap hari.
Rahmah
El-Yunusiyah selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi lembaga
pendidikannya. Dia ingin mendirikan gedung yang layak bagi para
muridnya, bukan dari bambu. Akhirnya Rahmah memutuskan untuk mengadakan
tour penggalangan dana .
Pada
tahun 1927, dia menggalang dana di Aceh dan Sumatera Utara selama tiga
bulan. Selain penggalangan dana, tour ini juga bertujuan sebagai ajang
study banding bagi para calon guru di Madrasah Diniyah Li al-Banat.
Rahmah menghadap para sultan, mempresentasikan visi dan misi sekolahnya.
Dia juga mengunjungi sekolah-sekolah ternama pada masa itu. Dari
penggalangan dana ini, Rahmah berhasil membangun gedung dan asrama yang
mampu menampung 275 murid dari 350 total murid keseluruhan. Selain
perbaikan sarana fisik, Rahmah juga mengadakan perbaikan kurikulum.
Jika sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, maka selanjutnya
Rahmah memasukan pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Belanda, menulis latin, berhitung, tata buku, hitung
rugi laba, kesehatan, ilmu alam, ilmu tubuh manusia, ilmu bumi, ilmu
tumbuhan, ilmu binatang dan menggambar. Sedangkan program ekstra
kurikulernya meliputi renang, musik, menganyam, bertenun.
Berkat kegigihannya, lembaga pendidikannya mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di tahun 1926 ia membuka kelas Menjesal School. Kelas ini ditujukan bagi para wanita yang belum bisa baca tulis. Kemudian tahun 1934 Rahmah berhasil mendirikan sekolah Taman Kanak Kanak (Freubel School)
dan Junior School (setingkat HIS). Ia juga mendirikan Diniyah School
Putri tujuh tahun yang terdiri dari tingkat Ibditaiyah selama empat
tahun dan tingkat Tsanawiyah selama tiga tahun.
Dalam
kenyataannya, Rahmah el Yunusiyyah menghadapi problem tenaga pendidik
untuk lembaga pendidikan yang dibukanya. Guna memenuhi tuntutan
tersebut, ia membuka Kulliyat al Mu’alimat al Islamiyah pada tahun 1937. Kulliyatul Mu’alimat al Islamiyyah ini bertujuan untuk mencetak tenaga guru muslimah profesional. Jangka waktu pendidikannya ditempuh selama tiga tahun. Setahun sebelumnya, yaitu tahun 1936 Rahmah berhasil mendirikan sekolah tenun.
Diniyah School
Putri Padang Panjang mendapat tempat di hati masyarakat. Lulusannya
sangat diminati. Tidak hanya di Sumatra dan Jawa bahkan hingga
masyarakat Malaysia dan Singapura. Rahmah kemudian membuka cabang Diniyah School
di beberapa tempat. Ketika ia mengikuti Kongres Perempuan Indonesia
mewakili Sumatera Barat di tahun 1935, Rahmah sekaligus membuka cabang
di Kwitang dan Tanah Abang. Kemudian di tahun 1950, ia membuka cabang di
Jatinegara dan Rawasari.
Rahmah
juga berusaha menyempurnakan institusinya dengan cara memiliki lembaga
pendidikan setingkat perguruan tinggi. Cita-cita ini terlaksana pada
tahun 1967 dengan berdirinya Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Pada
tahun 1969. Kedua fakultas ini berubah namanya menjadi Fakultas Dirasah
Islamiyyah. Ijazah Sarjananya diakui setara dengan Ijazah Fakultas
Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).
Dalam
mengelola lembaga pendidikannya, Rahmah memilih sikap independen tidak
berafiliasi kepada pihak manapun, baik pemerintah maupun partai.Sikap
ini terlihat jelas ketika Rahmah menolak subsidi dana pendidikan dari
pemerintah kolonial Belanda. Rahmah juga menolak penggabungan
sekolah-sekolah Islam di Minangkabau. Dia berpendapat, independensi
menyebabkan sekolah bebas untuk berjalan sesuai dengan visi dan misi
sendiri, sehingga mampu menghasilkan para pelajar yang cerdas, shalihah
dan militan.
Disamping
berjuang di bidang pendidikan, Rahmah juga turut berperan aktif dalam
organisasi kemasyarakatan. Dia pernah aktif di beberapa organisasi,
diantaranya yaitu Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS), Taman Bacaan,
Anggota Daerah Ibu.
Keberhasilannya
dalam mengelola Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang mendapat
apresiasi tidak hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri.
Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Dr.Syaikh Abdurrahman Taj mengadakan
kunjungan ke Perguruan pada tahun 1955. Kemudian beliau mengadopsi
sistem pendidikan Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang tersebut ke
Universitas Al Azhar yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan
khusus bagi perempuan.
Rahmah
El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kurikulum Al-Azhar. Atas jasanya
tersebut, Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada
tahun 1957. Beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar syaikhah.
Prestasi yang sangat membanggakan bagi Rahmah khususnya dan bagi bangsa
Indonesia umumnya.
Rahmah
El-Yunusiyyah telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa muslimah
Indonesia bukanlah perempuan yang terbelakang. Bahwa muslimah taat bisa
berkontribusi bagi pendidikan Islam di #Indonesia Milik Allah. Beliau berhasil mewujudkan
cita-citanya karena keyakinannya yang teguh kepada Alloh serta tekadnya
yang membaja. Rahmah tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969. Meskipun
beliau telah tiada tapi semangatnya tetap mengalir hingga hari ini.
Kisah hidupnya tetap memberi inspirasi bagi seluruh muslimah untuk mewujudkan kembali pendidikan Islam yang akan melahirkan generasi pejuang nan tangguh pejuang syari'atNya.
Oleh :Rizka Kusuma Rahmawati
Mahasiswi Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
UIN Sunan Kalijaga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar