Ayo Mengenal Khalifah Abdul Hamid II !


Ketidaktahuan umat Islam terhadap Khalifah yang satu ini bisa saja terjadi. Karena kita tahu umat Islam kini tidak lagi mempunyai pemimpin yang menjadi satu - satunya pemimpin yang menerapkan hukum Islam untuk seluruh umat dalam naungan Daulah Islam. Dengan kata lain, sekarang kita belum punya Khalifah. Kali ini sedikit ingin berbagi untuk saudaraku semua sosok yang tak terlupakan dan benteng terakhir Khilafah Islam, ialah Khalifah ABDUL HAMID. 

Sultan Abdul Hamid II mengenyam pendidikan ilmu dan pengetahuan dasar juga bahasa Arab dengan baik. Ia juga sultan yang mampu berbahasa Persia dengan baik dan menulis syair. Ia sosok yang kuat sejak kecil, religius ditengah-tengah suasana Eropa yang dirasakan para pemimpin kesultanan di istana. Seperti yang  dikutip oleh putrinya yang bernama “Aosyah” yang dikutip dari majalah Mushthafa  Mufti Oglu mengisahkan rangkaian ceritanya sebagai berikut.

            “Pada keesokan hari pengangkatan ayahku Sultan Abdul Hamid sebagai penguasa Dinasti Utsmani, ia menemui istri ayahnya yang sangat dicintai dan dihormatinya hingga memenuhi seluruh jiwanya. Ayahku juga mencium tangannya seraya berkata, “Dengan segenap cinta dan kasih sayangmu, aku tidak merasa kehilangan ibuku. Engkau dalam pandanganku adalah seorang yang keibuan, yang tidak berbeda dengan ibuku. Aku telah menjadikanmu sebagai As Sulthanah Al Walidah atau Ibu Ratu (ini merupakan gelar khuusus bagi Ibunda Sang Sultan, yang berarti Ratu). Namun aku selalu mengharapkanmu untuk tidak campur tangan dalam bentuk apapundan dalam agenda kenegaraan apapun.” Sang Ratu pun benar-benar mengikuti instruksinya.
Sultan Abdul Hamid II dianggap sebagai diktator. Pemerintahan tunggalnya dimulai dengan membuka Majlis Al mab’utsan (Parlemen), akan tetapi ia segera membekukannya hingga waktu yang tidak ditentukan. Namun ia bersikap santu terhadap para penentangnya dan memeanfaatkan potensi mereka semaksimal mungkin. Apabila ia mengasingkan seseorang dari mereka, maka ia mengasingkannya ke tempat yang jauh setelah mengangkatnya dalam jabatan tinggi dan gaji besar. Hal ini ia lakukan misalnya, terhadap Namiq Kamal, seorang sastrawan Utsmani yang populer. Begitu juga dengan Dhiya Pasya, seorang sastrawan Utsmani yang juga populer.  
Ada seorang filosof kenamaan Turki bernama Ridha Taufiq, yang merupakan tokoh terkemuka Komite Persatuan dan Kemajuan, penentang utama pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Syair ini tidak ditulis oleh sang penyair kecuali setelah Sultan Abdul Hamid II meninggal dunia. Dalam syair tersebut, ia mengatakan,

“Ketika sejarah menorehkan namamu
Kebenaran itu memang berpihak padamu dan selalu bersamamu wahai penguasa yang agung
Kamilah orang yang melontarkan kedustaan tanpa rasa malu
Terhadap seorang politisi terkemuka  masa kiani

Kami katakan, sesungguhnya Sang Sultan berlaku aniaya dan bahwasanya Sang Sultan gila
Kami katakan, harus ada revolusi terhadap Sang Sultan
Semua bisikan setan kami percayai
Dan kami pun bergerak membangkitkan tragedi

Engkau bukanlah gila, melainkan kami
Kami tidak menyadari
Kami gantungkan kalung pada anyaman yang lemah
Kami tidak sekadar gila, melainkan tidak beretika
Kami telah meludahi, wahai Sultan yang agung
Terhadap kiblat nenek moyang kami”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar