SUMMARY
Hamka
pernah menjadi sahabat Parlindungan. Namun, suatu ketika, mereka berselisih
tentang Tuanku Rao. Hamka menuliskan pendapatnya dalam Antara Fakta dan Khayal
Tuanku Rao.
Tuanku Rao adalah seorang ulama yang telah berjaya
mengIslamkan keseluruhan orang-orang Rao dan kawasan sekitarnya. Beliau juga
adalah seorang pejuang kemerdekaan yang syahid ditangan penjajah. Ketokohan
Tuanku Rao telah terpahat di hati dan menjadi kebanggaan setiap orang Rao
khasnya dan Melayu amnya. Atas jasa beliau Orang-orang Rao, Tapanuli dan
kawasan sekitarnya sampai sekarang semuanya beragama Islam dan masih mengaji
dengan menggunakan bahasa Rao. Kematiannya telah menyematkan perasaan anti
penjajah di hati orang-orang Rao. Baik yang ada di Rao mahupun yang telah
berhijrah ke Malaysia ketika itu. Kajian ini akan coba mengungkap sejarah
ketokohan Tuanku Rao sebagai seorang Ulama dan seorang Pejuang dari bangsa
Melayu.[1]
Pada bab I dijelaskan oleh Hamka dengan judul
“Tuanku Rao dan Aku” secara umum ia mengenalkan bagaimana ia sebelumnya pernah
di tahan oleh negara yan otoriter kala itu. Pada tanggal 23 Januari 1966 masih
berada ditahanan dan tepat pada tanggal 26 Januari 1966 barulah ia bebas secara
penuh. Pada saat ditahanan dengan kondisi sakit dan kesepian ia dizaman kaum
pemerintahan Komunis disaat itulah menadapatkan kiriman buku tebal istimewa dan
menarik yaitu Tuanku Rao. Pada masa setelah itu juga ia berpandangan
sebagiamna didapat dalam buku itu dan digunakan juga ketika menulis
buku-bukunya semisal Ayahku dan Sejarah Ringkas Islam di Sumatera.
Dengan berjalannya waktu akhirnya ia justru membantah buku tersebut dengan
berbagai fakta dan data. Bahkan ia sendiri mengatakan demikian dengan tegasnya,
tak jarang pula kalimat yang ia katakan agak keras.
Pada bab II menjelaskan tentang Colonel Haji
Paboang dan kedua kawannya Haji Miskin yang
berasal dari Pandai Sikat (Luhak Agam), beserta dua orang ulama seangkatannya
yakni Haji Abdur Rahman dari Piabang (Luhak Lima Puluh) dan Haji Muhammad Arif
dari Sumanik (Luhak Tanah Datar) pada masa awal gerakan pembaharuan Islam itu
sedang berguru di Mekah. Pada1802, mereka kembali ke Minang dan
mempropagandakan gerakan pembaharuan Islam yang mereka dapati selama belajar di
Mekah. Bersama lima orang ulama yang kemudian mendukungnya sehingga mereka
dijuluki Harimau nan Salapan, Haji Miskin beserta pengikut-pengikutnya itulah
yang kemudian dikenal sebagai “Kaum Paderi” yang menempati posisi penting dalam
sejarah perjuangan di masa penjajahan Belanda. Di antara delapan ulama pemimpin
Paderi, yang paling menonjol karena sikapnya yang tegas dalam berdakwah adalah
Tuanku Nan Renceh. Beliau inilah yang mula-mula mengobarkan semangat perlawanan
kepada Belanda.
Pada bab
III Menurut Parlindungan setelah Abdullah Bin Sa’ud kalah, negerinya degempur
hancur dan dia sendiri dibawa ke Istanbul sampai disana dipancung.[2]
Pada intinya menurut Hamka kalau memang 100 tahun kaum Sudi terkepung di
Hadramaut, suka hatinya ! tetapi karena dihubungkan pula, bahwa salah seorang
Pahlawan Paderi , Tuanku Tambusi pernah menemui
keluarga Ibnu Sa’ud di Hadramaut. Dan banyak keterangan periode –
periode pada masa Kerajaan Sau’d dijelaskan oleh Hamka.
Paa bab
IV membahas mengenai Sumber Fakta dan Data Perlindungan. Disini Hamka melakukan
penolakan terhadap Parlindungan yang dikatana sebagai orang yang senaknya
memastikan bahwa madzab Hanafi membenarkan mengerjakan far’dlu ‘ain sholat
jenazah dan sholat dengan tidak memakai bahasa Arab. Dengan mengatakan bahwa
orang Tionghoa sholat dengan menggunakan bahasa Tionghoa begitu juga dengan
orang Turki. Kata Hamka semua itu tidaklah benar sebab mereka sangat erat dan
menggunakan bahasa Arab saat sholat. Ini terbukti dengan setiap tahun orang –
orang Turki beriburibu orang menunaikan ibadah Haji dan melihat menyaksikan
disana sholat dengan menggunakan bahasa Arab.
Pada bab
V Hamka mengemukakan bantahan yang
sangat lemah terkait bukti menetapkan Syi’ah / Qaramithah dominan di
Minangkabau. Banyak pendapat terkait hal ini bahkan sejarawan Barat juga
mengatakan sebelum Syafi’i datang diMinangkabau terdapat kemungkinan syi’ah pernah
ada dahulu tetapi tidak dominan seperti yang dikatakan Parlindungan. Dan
mengatakan orang yang Buta Huruf disana bermadzab Syi’ah dan ini dibantah oleh
Hamka bahwa orang yang buta huruf itu tidak bermadzab.
Pada bab
VI Parlindungan mengatakan juga bahwa “Yang dipertuan Ali Alam Syah meminta
kepada pemerintahan Kolonial Inggris supaya Inggris merebut terlebih dahulu
merebut pulau Andalus dari pada Jawa dan beranggapan bahwa Mazhab Hambali
merupakan ancaman untuk penjajahan Inggris.” Bantahn Hamka terkait hal ini
yaitu “Tidak ada seorang pun Yang dipertuankan Ali Alam Syah” dan jelas dalam
buku Negeri Sembiln dan Sejarahnya.
Pada bab
ke VII Banarkah Bertiga Syaikh Burhanuddin.Hamka
mengatakan “kalau siapa saja yang dikatakan nenanknya itu memang tidak ada
dalam segala sejarah fakta Aceh lama dan modern. Keahdirannya diragukan karena
tidak ada silsilah yang menunjukkan nenek atau asal keturunannya.
Pada bab
ke VIII menurut Hamka Syaikh Burhanuddin itu asli dari minangkabau bukan
didatangkan dari Batak. Dan Burhanuddi yang dicatat dalam bukunya Tuanku Rao
itu hanyalah mengada- ada tidak etrdapat bukti. Al Furyamani ang digunakan
sebagia bukti Hamka menjelaskan bahwa Burhanuddin berasal dari Minangkabau.
Pada bab
ke IX Pemalsuan Nama Raja- Raja dan Kerajaan-Kerajaan. Parlindungan tidak
mengetahui peraturan nama-nama yang seperti itu dikarang – karangkan tentang
adanya Kasultanan Aru Barumun. Dan disebutkan pula nama – nama yang tidak
terkait sama sekali dengan peraturan nama-nama.[3]
Pada bab
ke X Keturunan Rasulullah Dikacaubalaukan. Selanjutnya pada bab ke XI Syaikh
Abdurrauf Hanya Satu. Pada bab ke XII Pemimipin Paderi yang Terkemuka. Di bab
selanjutnya yaitu XIII Nama – Nama yang Diragukan Adanya ada beberapa nama
yaitu Syarif Ismail, Khadijah, Kadi Alamalik ul Adil, Pembunuhan – Pembunuhan
terhadap keluarga Raja Pagaruyung dan Puteri Zubaidah.
Pada bab
terakhir XIV Kehormatan – Kehormatan
Parlindungan terhadap Diriku. Disini jelas berisikan tentang bagiamana
Parlindungan memberikan penghormatan terhadap Profesor Hamka dengan dituliskan
dan dicantukan dalam buku tersebut bentuk penghormatannya yang berupa tulisan
dari Parlindungan.[4]
Bibliografi Buku :
Judul : Antara Fakta dan Khayalan
“Tuanku Rao”
Tebal : 364 halaman
Pengarang
: Hamka
Penerbit
: Buln Bintang
TahunTerbit
: 1974
Indonesia
merupakan negara maritim yang secara nyata mempunyai banyak pulau hingga negeri
ini terkenal dengan sebutan “seribu pulau”. Terbukti dengan adanya pulau-pulau
yang berukuran besar hingga pulau yang berukuran kecil. Hal ini jelas diakui
oleh negeri-negeri lain terkait wilayah Indonesia yang demikian luasnya serta
memiliki keindahan pulaunya. Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya
dll merupakan sebagian pulau yang
termasuk memilik ukuran besar. Berbicara mengenai Sumatera kita sangat familiar dengan para tokoh-tokoh yang
berasal dari Sumatera, sebut saja Cut Nyak Dien, Hamzah Fansuri, Muhammad Hatta
dan Hamka. Para tokoh terseut tidak lagi nama yang baru dalam pendengaran serta
sejarah di Indonesia khususnya. Terkait review book kali ini saya pribadi
tertarik membahas tokoh Hamka yang mempunyai kiprah luar biasa dalam Indonesia
ini khususnya.
Seorang
ulama, pengarang terkemuka, Haji Abdul Malik Karim Amrullah lahir pada tanggal
17 Februari 1908 di Maninjau, Sumatera Barat, putera Haji Abdul Karim Amrullah,
seorang ulama besar di Minangkabau.[5]Terdapat
perbedaan terkait kelahiran Hamka dalam referensi yang ditemukan, itu terbukti
dalam buku pertama disebutkan tanggal 17 Februari 1908. Berbeda ketika membaca buku
Sejarah Tokoh Bangsa disebutkan ia dilahirkan pada minggu sore, malam senin,
tanggal16 Februari 1908 bertepatan dengan tanggal 13 Muharram tahun 1923 H. Ia
merupakan anak dari ibu tertua.[6] Ia
adalah pujangga, ulama, pengarang, dan politikus. Ia banyak menggubah syairr
dan sajak, menulis karya sastra, dan mengarang buku-buku yang bernafaskan
keagamaan.ia menjadi tempat bertanya dan rujukan berbagai masalah keagamaan. Ia
pernah menjadi anggota Dewan Konstituante (dari Partai Masyumi) setelah
pemilihan umum tahun 1955.[7]Kelahiran
dan terutama kehidupan masa kecilnya sangat dipengaruhi oleh interaksi beberapa
variabel lingkungan sosial. Pertama, harapan-harapan ayahnya terhadap Hamka.
Kedua, kampung tempat ia dilahirkan. Ketiga, asimilasi “adat Islam” yang
mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Ketiga variabel itu merupakan lingkungan
sosialisasi Hamka dimasa kecil yang kelak sangat besar pengaruhnya dalam
kehidupan Hamka.[8]
Didalam
buku Sejarah Tokoh Bangsa seorang Hamka diceritakan oleh Fachry Ali. Rush
melihat Hamka sebaagai salah seorang yang berperan dalam membuat formulasi baru
terhadap ide-ide dan kepercayaan serta persoalan-persoalan mengenai
disprientasi nilai yang biasa terjangkit pada masyarakat kota yang baru tumbuh
serta mengalami kedangkalan pengetahuan agama. Hamka merupakan tokoh yang aktif
dan menjadi pemimpin Muhammadiyah[9]
Buya
Hamka telah menghasilkan banyak buku yang ia tulis. Salah satu buku yang
terkenal yaitu “Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao”. Didalam buku ini ia
menceritakan bagiamana pandangan atau pendapatnya setelah membaca buku “Tuanku
Rao” yang ia dapatkan dari kiriman Sdr. Sofjan Tandjung salah seorang murid Hamka.
Di dalam
pendahuluan buku “Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao” Profesor Hamka
menceritakan bahwa isi dalam buku itu merupakan beberapa karangan yang telah
dimuat di dalam harian “Haruan” di Padang sekitar tahun 1969 adn 1970 yang
isinya membantah beberapa keterangan yang berkenaan dengan Sejarah Islam di
Pulau Sumatera, terutama yang bersangkut dengan Perang Paderi, ditambah dengan
beberapa karangan lagi yang belum sempat dimuat diharian tersebut. Hamka
setelah mempelajaru buku karangan Ir. Mangaradja Onggang Parlindungan dengan
nama buku “Tuanku Rao” dengan cara mendalam dan membutuhkan waktu
berbulan-bulan lamanya ia menyatakan
dengan kesimpulan 80 % dari isi buku tersebut tidak benar.
Pembahasan
buku “Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao”
terbagi menjadi 14 bab, setelah pendahuluan dibahas beberapa yaitu : Bab
I tentang Bukun Tuanku Rao dan Saya, bab II “Colonel” Haji Piobang, bab III
Kerajaan Saudi Selanjutnya, bab IV Sumber Fakta dan Data Parlindungan, bab V
Benarkah 300 Tahun Syi’ah / Qaramithah Meresap di Minangkabau?, bab VI Tuduh
Kepada yang Di Pertuan Negeri Sembilan, bab VII Benarkah Bertiga Syaikh
Burhanuddin, bab VIII Syaikh Burhanuddin Ulakan Hanya Satu, bab IX Pemalsuan
Nama Raja –Raja dan Kerajaan- Kerajaan, bab X Keturunan – Keturunan Rasulullah
SAW Dikacaubalaukan, bab XI Syaikh Abdurrauf Hanya Satu, bab XII Pemimpin Padri
yang Terkemuka, bab XIII Nama-Nama yang diragukan Adanya, dan yang
terakhir bab XIV Kehormatan Anugerah
Parlindungan Terhadap Diriku. Itulah 14 bab yang terdapat dalam buku karangan
profesor Hamka.
Beliau
menulis buku ini jelas karena untuk bantahan – bantahan terhadap buku “Tuanku
Rao” jadi jelas Hamka menulis buku ini sendiri. Terkait biografinya meman tidak
dituliskan didalam buku ini. Hamka merupakan penuls terkenal jadi banyak
kemungkinan juga buku – buku menjelaskan tentang biografinya serta tentang
kehidupannya, jadi disini beliau tidak menuliskan biografinya. Secara umum buku
ini bagus, dari bahasa yang ia gunakan sudah baku mskipun terdapat beberapa
kata memang belum layaknya EYD sekarang ini, karena EYD sendiri juga mengalami
perubahan dari zaman dulu hingga sekarang. Misalnya saja dala buku terseu
terdapat kata “j” masih menggunakan “dj”.Terkait tulisan – tulisan yang sedikit
buram itu dikarenakan buku itu sudah cetakan lam sehingga mengakibatkan pembaca
sedikit kesulitan untuk mengidentifikasi kata ataupun kalimat. Demikian itu
bukan kekurangan terhadap buku tetapi hanya sebatas teknis saja karena umur
buku sudah tergolong tua.
Kelebihan
buku ini terletak pada isinya yang menjelaskan bagiamana runtutan Hamka
membantah buku “Tuanku Rao” dari setiap bab terlihat bagaiamana Hamka
menyajikan fakta – fakta yang ada dan juga data yang disajikan dalam buku
tersebut.Asal usul Tuanku Rao menurut Hamka disebutkan bahwa bukunya dala
suatu sumber Belanda, J.B. Neumann, Kontelir BB, yang menyebut bahwa Tuanku Rao
berasal dari Padang Matinggi, bukan orang Bakkara. Sumber Neumann juga orang
Belanda, Residen T.J. Willer.[10]
Terdapat perbedaan mengenai asal usul Tuanku Rao ini karena beberapa versi juga
menyebutkan berbeda tempat, jika Hamka menyebutkan berasal dari Padang Matinggi.
Berbeda dengan Imam Bonjol ia sendiri menulis dalam catatan hariannya, bahwa
Tuanku Rao berasal dari suatu desa di Mandailing (sebagaimana disampaikan oleh
Dr. Phil. Ichwan Azhary dalam diskusi ‘Hikayat Tuanku Rao dan Kilas Balik
Perang Paderi’ di Medan, 24 November 2007 dan di Pematang Siantar, 26 November
2007). Namun tidak diterangkan lebih lanjut mengenai asal-usul Tuanku Rao.
Mungkin Imam Bonjol hanya mengetahui, bahwa Tuanku Rao datang dari suatu desa
di Mandailing dan tidak mengetahui lebih lanjut mengenai asal-usulnya apakah
memang asli dari daerah tersebut.[11]
Didalam buku
tersebut juga Hamka menyajikan beberapa lampiran yang digunakan dalam sebuah
diskusi yang terjadi kala itu untuk membahas buku “Tuanku Rao”. Ada dua
lampiran yang tercakup dalam buku ini. Hingga kronologi kejadian mulai dari
tahun yang dicantumkan membuat buku ini menjadi rujukan yang bisa dipercaya
keotentikannya. Tahap –tahapnya pun masuk kedalam lampiran, hal ini yang
menjadikan berbeda buku ini dengan buku yang lainnya meskipun jika dilihat dari
umur jelas labih tua dibanding buku – buku sekarang yang membahas topik yang
sama. Lampiran surat dari Team Perancang Isi Museum Sejarah Tugu nasional pun
tidak luput dari lampiran yang ada. Kelebihan yang lain yaitu terdapat Daftar
nama – nama dan Istilah yang biasanya tercantum dalam subuah kamus. Secara
singkat demikan kelebihan buku karangan Hamka.
Daftar Pustaka
Suwito,
Fauzan,2003,Sejarah Pemikiran Para Tokoh
Pendidikan,Bandung : Angkasa
Yanto
Bashri, Retno Suffatni,2012,Sejarah Tokoh
Bangsa,Yogyakarta :Pustaka Tokoh Bangsa
Hamka,
1974,Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao,Jakarta
: Bulan Bintang
http://batarahutagalung.blogspot.com/2008/01/beberapa-catatan-mengenai-tuanku-rao.html, Di Unduh, Kamis 23 Mei
2013, Pukul 04.30 WIB
by : Ukhlaiya _13 Rajab 1434
[1]http://adi-rawi.blogspot.com/2009/12/tuanku-rao-seorang-ulama-pejuang-melayu.html
[2]Hamka, 1974,Antara Fakta dan
Khayal Tuanku Rao,hal 46
[3]Ibid, hal 160
[4]Hamka,1974,Antara Fakta dan
Khayal Tuanku Rao,hal 282
[5]Suwito, Fauzan,2003,Sejarah
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan,hal 384
[6]Yanto Bashri, Retno Suffatni,2012,Sejarah
Tokoh Bangsa,hal 378
[7]Suwito, Fauzan,2003,Sejarah
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan,hal 388
[8]Yanto Bashri, Retno Suffatni,2012,Sejarah
Tokoh Bangsa,hal 378
[9]Ibid, hal 378
[10]Hamka, 1974,Antara Fakta dan
Khayal Tuanku Rao,hal 239
[11]http://batarahutagalung.blogspot.com/2008/01/beberapa-catatan-mengenai-tuanku-rao.html
1 komentar:
siapa itu RAO
Posting Komentar