Tertatih Langkahnya


Ramahnya langit sore menggerakkan langkah kaki untuk mengunjungi sebuah tempat yang tidak lagi asing, khususnya bagi orang yang berdomisili di Jogjakarta. Tujuan itu tepat di pusat jantung Jogjakarta, sudah barang tentu mengetahuinya. Yah, alun- alun tempatnya!. Alun –alun menjadi lokasi yang sangat familiar untuk semua kalangan, bukan anak kecil saja, remaja, bahkan orang tua tidak lagi sebatas mendengar tetapi juga akrab. Dilain hal memang terdapat keperluan yang mengharuskan mengayuh untuk ketempat yang sangat dekat dengan alun – alun itu.
Perasaan bahagia menyelimuti hati ketika sudah tiba di tempat yang brau kali kedua mengunjunginya. Dalam benak ini pun tersirat banyak pertanyaan, entah senang atau sedih yang jelas  bingung ekrspresi apa yang harus ditunjukkan wajah kala itu sehingga orang bisa mengetahuinya. Tanpa ada yang mempertanyakan aku dipaksa untuk melihat kondisi disekelilingku. Tidak sedikit orang lalu lalang mencoba ritual yang katanya “kalau sanggup melewati pohon pasang dan tidak belok, akan jodoh”. “Ah,, lagi-lagi aktifitas yang tidak jelas, bukan lagi jelas tetapi bisa menjatuhkan pada perbuatan yang tidak disyari’atkan sama sekali“ gerutuku dengan temanku sore itu. Tetapi sedikit juga aku befikir “Lantas kenapa aku kesini?” ya paling tidak aku cukup tahu kondisi disitu. Miris memang melihat kondisi ditempat itu. dari adegan-adegan yang seharusnya tidak dilakukan ditempat itu diumbar khalayak kompetisi. Muda – mudi tidak bisa dihitung jari jumlahnya. “Entahlah, aku pun juga tak mau menghitungnya”.

Layaknya peneliti aku dan temanku mencari tempat yang sekiranya bisa untuk sejenak duduk memandangi indahnya langit ciptaanNya. Dari ujung utara, selatan, barat, dan timur kita mencoba memperhatikan seksama.”Diujung Timur sedikit serong sana yuk!” ajakku ke temanku. Kita pun setuju dan menuju tempat itu. Sambil memakan jajan yang bau kita beli kita mencoba melihat kondisi disekitar. ”Ukht” ! serempak kita bebarengan ingin mengawali pembicaraan. Layaknya ada suatu hal penting dan kita ingin memberi info telebih dahulu. Teman ku pun menjawab “ada apa?”. Seketika juga aku menunjukkan “Melihat sosok yang ada di ujung barat ndak?”. ”Iya, seroang ibu itukah ?” jawab temanku. Yap tenyata kita menangkap sebuah objek yang sama. Diujung barat ada seorang ibu yang kira – kira tingginya 150 cm, dengan memakai kerudung meskipun belum sempurna memakainya, berbalutkan baju berwana ke cokelat – cokelatan, serta rok panjang berwana merah (kalau tidak salah), tetapi belum memakai kaos kaki,“bisa jadi beliau belum tahu ya batasan aruat”, telepas dari itu bukan itu yang akan aku ceritakan kali ini. Ibu itu membewa keranjang yang berukuran sedang dengan berbagai isi didalamnya. Dari kejauhan kita tidak telalu jelas apa isi keranjang itu tapi yang jelas kita melihat aqua didalam keranjang itu. Dengan sedikit tetatih beliau mencoba membawa dan menjajakan dagangan yang ada didalam keranjang tersebut. Dari orang – ke orang mulai menawarkannya. “Kita jadi terenyuh melihat beliau”, teringat orang tua yang berada nan jauh disana. Banyak orang sudah ia hampiri tetapi tak seorang pun membelinya. Ya Robbi,, kita beharap semoga kita menjadi bagian dari orang yang ditawarkan dagangannya. Semakin dekat, semakin dekat kita yakin beliau akan menhampiri kita. Dan “Alhamdulillah beliau mendekati kita J”.

“Mb jajane mb..ada kacang, kipik, aqua dll” tawaran beliau kepada kita. Dengan senang hati kita menyambutnya. Aku mencoba bertanya harga dari berbagai dagangannya dan akhirnya kita beli “keripik ketela :D”. Bekali-kali beliau mengucap syukur “Alhamdulillah mb matur suwun” ucap ibu yang aku perkiakan umurnya sudah mencapai 50 th. “Injeh bu, ibu asli pundi ?” aku coba ajukan pertanyaan hehe. “Bantul mb” jawabnya dengan senyum penuh bahagia. Kami lantas bertanya dan terus bertanaya dan akhirnya kita tahu beliau berasal dari bantul dengan menggunakan kendaraan umum untuk menuju tempat itu. Lantas kita heran jam tangan hitam ku menunjukkan pukul 17.25 tetapi beliau masih menjajakan dagangannya. “Ibu wangsul jam pinten?” sahut petanyaan temanku. “Nanti pagi mb pulangnya, jan 2, 3 an”. Deg! Jantung layaknya berhenti berdetak, dalam hatiku bertanya “bagaimana mungkin bisa terjadi hal demikian”. “Ibu sare dateng pundi?” lanjut pertanyaan temanku. Mungkin karena faktor umur sehingga ibu kurang mendengar pertanyaan temanku tadi. Aku mencoba dengan senyuman menanyakan jumlah anak beliau “Gadah putro pinten bu?”. Dengan senangnya beliau menjawab “katah mb sepuluh anakku”. ”Subhanallah” ungkapku ikut bahagiaJ. Lantas “dateng pundi sakniki buk?”. “Oh uwes omah – omah kabeh mb, enek sing neng Blitar, Purwoketo, neng ndi - ndi”. Aku pun turut senang dengan informasi yang beliau beritahukan, tetapi ketika aku bertanya kembali dan pertanyaanku kesekian kalinya ternyata semua anaknya memang tidak ada dirumah beliau. Beliua sendiri diumah, entah kemana suaminya pergi atau sudah meninggal. Kita tidak lagi bertanya ibu itu sudah buru – buru ingin menjajakan dagangannya. Tak tertinggal juga aku beli jajanan beliau :D.
Setelah beliau pergi kitapun tediam. Harus senang atau sedih?, “Huft,,” kita menghela napas cukup panjang. “sepertinya mau hujan ya” ungkapku pada temanku menandakan ingin menangis menyaksikan beliau. Aku tidak terbayang jika itu terjadi pada keluargaku, syukur beribu syukur nikmat hingga detik ini diberikan oleh Allah untuk keluarga kita. Seroang ibu yang berusia 50 TH seharusnya dirumah dengan anak serta cucu-cucunya harus memenuhi kebutuhan hidupnya. “Entah kita tak tahu kemana anak – anaknya? Alasan mengapa membiarkan beliau harus berjalan berkeliling alun – alun sampai dini hari, lantas istirahat dimana beliau tiap malamnya”? sedih, miris, bahkan marah tak tahan aku menyaksikan beliau. Wanita yang sungguh mulia harus keluar malam, mengurusi kebutuhannya. Kemana keluarga, kemana negara??

Tidak sepenuhnya menyalahkan keluarganya sebelum aku melihat sendiri bagaimana keluarganya. Tapi yang jelas dengan kenyataan demikian negara haus dituntut!. System yang mengharuskan beliau keluarrumah, yang mengaharuskan beliau berjalan malam hingga dini hari. System yang menyebabkan beliau tergolong ekonomi lemah. “aku tahu memang tidak hanya beliau saja yang mengalami demikian, bahkan banyak ribuan orang harus rela menjalani kehidupan demikian”!. Masih ingat jelas dalam ingatanku bahwa miskin dalam Sistem Kapitalis itu disebabkan karena mereka sendii katanya!. Ini salah besar..! bukan mereka yang salah tapi system yang ada yang salah. Orang kaya semakin kaya dengan menguasai tambang minyak, tanah, hutan, hingga sumber daya laut, emas, hulu hingga hilir para kapitalis yang menguasai!. Jadi jelas siapa yang salah ? negara, negara yang salah membiarkan para pemilik modal menguasai SDA negeri ini. Lagi – lagi kasus ini bukan yang pertama, kedua, atau ketiga, ini kasus sudah yang ke sejuta kalinya terjadi. Selama Islam dengan “Daulah Khilafah” belum tewujud kondisi ini akan tetap ada dan akan terus diadakan!. Jangan heran oang miskin sekarang ini dilarang sekolah dalam system kapitalis. Hanya satu solusinya “Islam harus diterapkan”!!.
Ya Robbi,,, kami tahu kedholiman ini akan tetap ada selama tidak ada perubahan yang hakiki terjadi. Lindungilah saudara-saudara kami,,
Izinkanlah kami dan istiqomahkanlah kami untuk selalu mendakwahkan Islam hingga kelak janjiMu terwujud dan Daulah Khilafah tegak dibumiMu ini. Aminnn…..


__3 Rajab 1434^^__

Tidak ada komentar:

Posting Komentar