Blokir Situs Islam : Umat Islam Semakin Dibungkam

Parade "kriminalisasi" terhadap umat Islam semakin hari semakin meruncing. Perjalanan sejarah telah mencatat, media menjadi alat yang ampuh membuat umat Islam tarik ulur dalam dakwah. Masih teringat pertentangan ideologi antara Natsir dengan Soekarno yang sangat keras benturannya dimedia. Serangan opini bertubi-tubi. Soekarno begitu keras menyerang Islam dan Negara yang dibawa oleh Natsir dalam media-media serta pernyataan dan geraknya. Berbagai kesempatan begitu pula Natsir, selalu mencoba menunjuki jalan dan terus melawan serangan dari Soekarno bahwa relevansi Islam dan Negara adalah sebuah keniscayaan .

Jika ditarik pada kasus yang baru saja terjadi, yakni pemblokiran situs Islam oleh Kemenkominfo menunjukkan, bahwa upaya menghambat dakwah Islam selalu ada. Kasusnya sama dengan media saat ini. Perang opini di media cetak kala itu kini berubah menjadi perang opini di media online.

Bukan suatu hal yang baru, bahkan banyak media online dari berbagai gerakan dakwah Islam sudah sering "dimusnahkan" oleh beberapa oknum. Alasannya macam-macam. Ada sebuah pelaporan, terkadang juga ada sebuah penolakan resmi dari berbagai oknum.

Meski akhirnya, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia (Kemenkominfo) memutuskan membuka blokir 12 situs yang dituduh bermuatan radikal seperti yang dilansir (Kompas.com). Hal ini bukan berarti kabar segar yang didapat umat Islam. Justru, dari sinilah umat Islam harus semakin berhati-hati.

Kali ini pemerintah menunjukkan "ketidakbenaran" HAM sebagai tolak ukur universal yang patut digunakan oleh masyarakat secara umum menurut mereka. Bagaimana tidak? Dengan kasus ini menunjukkan kesewenang-wenangan pemerintah dalam memutuskan sebuah objek terkhusus lagi media. Tiada pemberitahuan apalagi "lungguh bareng" (baca; duduk bersama) menyamakan presepsi tentang "radikal". Pemerintah begitu arogan memutuskan dengan sepihak.

Sementara itu, hal ini justru menguatkan bahwa sebenarnya BNPT telah menjadi aktor dalam pemblokiran situs-situs Islam. Akhir tahun 2014 BNPT telah melakukan "road show" demi memberikan gambaran stigmasi buruk terhadap dakwah Islam yang mereka gencarkan dengan sebutan "radikal". Terbukti kampus UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 11 Desember 2014 menjadi salah satu ladang mereka menyebarkan definisi "radikal" dalam pandangan mereka secara subjektif. Diperkuat lagi dengan sebuah statement dari Irfan saat diwawancarai di Metro TV beberapa bulan lalu menyatakan "Tahun 2015 adalah tahun dunia maya". Artinya, ditahun ini BNPT akan mulai menggalang masa, membuat perlawanan dan mencari dukungan untuk menghalangi dakwah Islam dari berbagai kalangan yang mereka anggap bertentangan dengan NKRI.

Dari sini, umat Islam perlu melakukan "perlawanan sehat". Melanjutkan dakwah dan terus memperingatkan penguasa yang dholim kepada rakyat. Umat Islam juga harus memperluas jaringan dakwah menggandeng umat agar tidak terkecoh "kriminalisasi" yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya umat justru akan semakin takut dengan dakwah jika semua itu dibiarkan. Umat akan semakin melekat pada kehidupan sekuler jika tidak ada upaya penyadaran.

Begitu pula Kemenkominfo, jangan begitu gegabah mengambil keputusan tanpa adanya dialog bersama rakyat. Memutuskan sepihak dan berakibat fatal merugikan umat Islam. Kalau begini terus cara yang mereka gunakan, jelas dahwah Islam semakin hari semakin dibungkam. Mari menyadarkan!



Rizka K. Rahmawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar